Mengukur Kekhusyuan Kita dalam Shalat




Saudaraku…

Shalat yang kita tunaikan, paling kurang lima waktu dalam sehari semalam, sudahkah mencapai nilai sebuah kekhusyu’an? Sudahkah kita merasakan kehadiran-Nya dalam shalat kita. Yakinkah kita, bahwa saat itu kita sedang berdua-duaan dengan Kekasih kita?

Atau justru di waktu shalat, hati kita keluar dari jasad kita dan mengembara entah ke mana. Jiwa

kita sering tidak sinkron dan menyatu dengan gerakan bibir dan bacaan lisan kita. Bacaan dan zikir kita saat shalat pun tak memberikan bekas nyata dalam kehidupan kita. Padahal idealnya, dosa dan maksiat mampu menyingkir dari kehidupan kita. Sebab shalat, menjadi benteng tangguh yang senantiasa melindungi kita dari terpaan dosa dan semilir angin hangat maksiat. Allah swt berfirman, “Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.” (Al Ankabut: 45).

Oleh karena itu, jika kita rutin melaksanakan shalat dalam setiap hari seperti yang Allah fardhukan dan bahkan ditambah dengan shalat-shalat yang Nabi saw sunnahkan kepada kita, tapi dosa dan maksiat masih akrab menyertai hari-hari kita. Itu artinya, shalat yang kita tunaikan masih jauh dari kata khusyu’. Bagaimana kita dapat mengukur kekhusyu’an shalat kita? Mari kita simak perkataan Muadz bin Jabal ra, sahabat yang dikenal pakar di bidang halal dan haram: “Siapa yang sengaja melihat orang yang ada di sebelah kanan dan kirinya sewaktu shalat, maka tiada shalat baginya (tiada nilai khusyu’ dalam pelaksanaannya. -” (Mawa’izh as shahabah, Shalih Ahmad al Syami).

Saudaraku..

Subhanallah, terkadang kita bukan hanya mengetahui orang-orang yang shalat di samping kanan dan kiri kita, tapi juga kita memperhatikan siapa yang berada di depan dan di belakang kita. Maka bagaimana mungkin kita bisa menggapai kekhusyu’an dalam shalat?. Maka shalat yang kita lakukan baru sebatas gerakan zahir dari ruku, sujud, duduk di antara dua sujud dan seterusnya. Persoalan hidup yang menghantui hidup kita, pun kerap hadir dalam shalat kita. Padahal di hari-hari yang datar tidak pernah muncul. Pedihnya hidup menyendiri. Belum munculnya buah hati dalam keluarga. Belum lahirnya anak laki-laki atau perempuan. Label suka hutang yang belum sirna dari hidup kita. Persoalan THR yang belum jelas ketibaannya. Problem rutin dengan mertua. Kegagalan dalam membangun usaha. Kesalah pahaman dengan tetangga dan seterusnya.

Saudaraku..

Ketidak khusyu’an kita dalam shalat, barangkali dipicu oleh gelapnya hati dan suramnya jiwa kita lantaran dosa dan maksiat. Atau barang kali karena masih banyak hak-hak bani Adam, yang belum kita tunaikan. Atau warna kezaliman yang sering kita tularkan kepada orang lain. Atau..atau..dan -masih banyak lagi. Perbanyaklah kita memohon kebersihan hati dan kelapangan dada serta kepekaan nurani kepada Zat Yang Maha Memberi. Serta percantik interaksi kita terhadap sesama. Mudaha-mudahan shalat khusyu’ mampu kita rasakan dalam hidup kita. Semoga.

Wallahu a’lam bishawab.

0 Response to "Mengukur Kekhusyuan Kita dalam Shalat"

Post a Comment