Kelompok dalam Organisasi

A.   Kelompok dalam Organisasi
Kehadiran kelompok-kelompok dapat mempengaruhi motivasi atau kebutuhan seseorang serta bagaimana seseorang berperilaku dalam konteks organisasi. Perilaku organisasi lebih dari sekedar kumpulan perilaku individu-individu di dalamnya. Bukan sekedar penjumlahan atau hasil kali, melainkan suatu fenomena kompleks, yang salah satu bagian pentingnya adalah kelompok. Sub bab ini menggambarkan model untuk memahami karakteristik kelompok dalam organisasi. Selain itu, juga membahas berbagai jenis kelompok , alasan-alasan pembentukan kelompok, karakteristik kelompok, dan beberapa hasil akhir yang didapat dengan menjadi anggota kelompok.

3.1.Karakteristik Kelompok
  Kelompok adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan modern. Masing-masing dari diri kita telah menjadi – dan masih menjadi anggota kelompok-kelompok yang berbeda. Ada kelompok sekolah, kelompok kerja, kelompok keluarga, kelompok sosial, kelompok keagamaan, kelompok formal, dan kelompok informal. Beberapa kelompok dianggap berhasil, beberapa lagi tidak. Beberapa kelompok dapat memotivasi munculnya kinerja terbaik dari para anggotanya, sedangkan kelompok yang lain justru memunculkan kinerja yang  buruk. Deskripsi disini hanyalah beberapa cara menyusun karakteristik kelompok.
  Seperti telah disebutkan sebelumnya, berikut ini adalah definisi kelompok yang akan kita gunakan sepanjang bab ini.
Dua atau lebih individu yang saling berinteraksi untuk mencapai sebuah sasaran bersama
 



  Satu cara memahami definisi ini adalah daengan memikirkan tiga persyaratan yang harus dipenuhi seebuah kelompok. Persyaratan pertama terkait dengan ukuran (size). Harus terdapat dua atau lebih individu untuk membentuk sebuah kelompok. Satu orang saja tidak akan membentuk kelompok. Perhatikan bahwa dalam definisi ini, walaupun terdapat persyaratan ukuran minimum, tidak ada batsan jumlah maksimum.
  Persyaratan kedua adalah , harus terdapat pertukaran atau komunikasi antar individu –individu yang membentuk kelompok. Artinya, mereka harus berinteraksi satu dengan yang lain dalam cara-cara tertentu. Kita biasanya berpikiran bahwa interaksi antar anggota kelompok harus  terjadi dalam bentuk taatap muka dengan menggunakan ekspresi verbal, tapi sesungguhnya tidak selalu harus demikian. Dalam kelompok nominal, misalnya anggota-anggota kelompok mungkin tidak pernah berkomunikasi lisan satu denggan yang lain. Satu-satunya interaksi lazimnya terjadi dalam bentuk tulisan. Pada sebuah lokasi pembangunan yang berisik, komunikasi antar seorang penyelia dan pekerja bagian baja mungkin hanya  terjadi dalam bentuk gerak tubuh, namun tidak satu orang pun yang bias menyatakan bahwa disana tidak terjadi interaksi yang penting. Tentu saja, Anda mungkin saja mengumpulkan sekelompok orang yang tidak saling berinterksi satu dengan yang lain. Mereka bukanlah sebuah kelompok; mereka hanyalah sekumpulan individu.
  Persyaratan terkahir dalam definisi kita mengenai kelompok adalah adanya usaha mencapai sebuah sasaran bersama. Jika tidak ada sasaran bersama, tidak ada pula yang kita sebut kelompok. Sasaran bersama adalah sasaran yang mampu memotivasi setiap aggota untuk bekerja mencapai sasaran tersebut. Hal ini berbeda dengan sasaran individual yang secara kebetulan juga dimiliki sejumlah orang lain. Sebagai contoh, setiap orang yang duduk di ruang tunggu dokter mungkin sama-sama menunggu gilirannya diperiksa oleh dokter. Dengan demikian ‘bertemu dokter’ dapat dikatakan sebagai sasaran yang dimiliki setiap individu di ruangan itu, tetapi sasaran itu bukanlah sasaran bersama. Setiap orang di ruangan itu hendak bertemu dokter demi sasaran mereka masing-masing, bukan ddemi sasaran kelompok. Karena itu, orang-orang yang ada di ruang tunggu, bahkan meskipun mereka saling berinteraksi, tidak dapat didefinisikan sebagai ‘kelompok’.

3.2.Sebuah Model Terintegrasi Mengenai Pembentukan Kelompok dan Perkembangannya
Walaupun setiap kelompok yang berbeda serta memiliki atribut–atribut atau dinamika yang unik, juga benar bahwa  dalam banyak hal penting kelompok-kelompok cenderung menunjukkan perkembangan evolusi yang serupa. Peraga 3.1 menunjukkan sebuah model pembentukan dan perkembangan kelompok yang akan kita gunakan dalam pembahasan kita mengenai topik perilaku organisasi dan manajemennya. Model ini menyatakan bahwa hasil akhir dari aktivitas kelompok dibentuk oleh sejumlah variabel penyebab, yang masing-masing akan kita bahas dalam bab ini. Bahkan setiap model ini dapat (dan dalam kenyataannya memang) mempengaruhi bagian yan lain pada model ini.

3.3. Jenis-Jenis Kelompok
        Sebuah organisasi memiliki persyaratan teknis yang harus dipenuhi guna mencapai sasaran yang organisasi tersebut tetapkan. Pencapaian sasaran-sasaran ini membutuhkan dilakukannya sejumlah tugas; dan para karyawan diminta melakukan tugas-tugas ini. Sebagai hassilnya, sebagian besar karyawan akan menjadi anggota sebuah kelompok berdasarkan jabatan dan posisi mereka dalam organisasi. Ini adalah kelompok yang disebut sebagai kelompok formal (formal group). Di sisi lain, ketika individu-individu mengasosiasikan diri mereka secara kontinu, kelompok-kelompok ini cenderung membentuk aktivitas-aktivitass yang berbeda dari yang diharapkan oleh oerganisasi. Dan ini membentuk kelompok informal. Baik kelompok formal maupun kelompok informal (informal group), seperti yang akan dijelaskan nanti, menunjukkan beberapa karakteristik yang serupa.

3.3.1. Kelompok Formal
           Kebutuhan dan proses organisasi sering kali menyebabkan terbentuknya berbagai jenis kelompok. Setidaknya terdapat dua jenis kelompok formal: kelompok perintah dan kelompok tugas.
·         Kelompok Perintah (Command Group)
Kelompok perintah (command group) ditentukan oleh bagan organisasi dan terdiri atas para bawahan yang melaporkan langsung pada penyelia. Hubungan otoritas yang ada antara manajer sebuah departemen dengan para penyelianya, atau antara perawat senior dengan bawahan-bawahannya, adalah contoh-contoh sebuah kelompok perintah.

·         Kelompok Tugas (Task Group)
Sebuah kelompom tugas (task group) terdiri atas karyawan-karyawan yang bekerja sama untuk menyelesaikan sebuah tugas atau proyek tertentu. Sebagai contoh, tugas yang harus dikerjakan para petugas sebuah perusahaan asuransi ketika sebuah klaim diajukan, adalah tugas bersama. Tugas ini menciptakan situasi dimana beberapa petugas harus saling berkomunikasi dan berkoordinasi dengan yang lain agar klaim tersebut dapat ditangani dengan baik. Tugas-tugas yang harus dilakukan serta interaksi yang ada memudahkan pembentukan kelompok tugas. Para perawat yang ditugaskan di ruang gawat darurat dalam rumah sakit biasanya membentuk sebuah kelompok tugas karena para perawat perlu melakukan sejumlah aktivitas bersama demi melayani pasien.

3.3.2. Kelompok Informal
           Kelompok informal adalah pengelompokan alamiah yang dilakukan sejumlah orang dalam lingkungan kerja sebgai respons terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial. Dengan kata lain, kelompok-kelompok informal tidak sengaja diciptakan; mereka berkembang secara alamiah. Dua jenis khusus kelompok informal adalah kelompok minat dan kelompok pertemanan. Batasan antara kedua jenis kelompok ini seringkali tidak jelas. Contohnya, sekelompok karyawan dari berbagai departemen yang berbeda-beda dalam sebuah perusahaan menjadi sukarelawan di sebuah dapur umum demi melayani para tunawisma. Kelompok minat ini berkembang menjadi kelompok pertemanan karena orang-orang dalam kelompok merasakan siuatu ikatan bersama dari kegiatan atau  pengalaman.


·         Kelompok Minat (Interest Group)
Individu-individu yang bukan merupakan anggota kelompok perintah, tugas, atau tim yang sama mungkin saja memiliki sebuah sasaran bersama. Contoh kelompok minat (interest group) adalah karyawan ynnag berkumpul untuk menghadapi pihak manajemen guna mendapatkan tunjangan yang lebih baik, dan para pramusaji yang ‘bergabung’ untuk mendapatkan tips tambahan. Perhatikan bahwa sasaran kelompok tersebut tidak terkait dengan sasaran organisasi, tapi sangat berhubungan dengan kelompok yang bersangkutan.

·         Kelompok Pertemanan (Friendship Group)
Banyak kelompok terbentuk karena para anggotanya memiliki suatu kesamaan, misalnya usia, kepercayaan politik, atau latar belakang etnis. Kelompok pertemanan (friendship group) mengembangkan interaksi dan komunikasi mereka hingga ke aktivitas di luar pekerjaan.
      Sebuah pembedaan dibuat untuk memisahkan kedua klasifikasi umum kelompok – formall dan informal. Perbedaan utama antara keduanya adah bahwa kelompok perintah, tugas, serta tim dirancang oleh organisasi fomal sebagai cara atau upaya untuk mencapai hasil akhir. Kelompok minat dan pertemanan yang bersifat informal biasanya hanya penting bagi diri anggota-anggota kelompok yang bersangkutan. Jika pola afiliasi karyawan-karyawan didokumentasikan, akan terlihat bahwa mereka masuk ke dalam sejumlah kelompok berebeda yang seringkali saling tumpah tindih. Alasan munculnya begitu banyak kelompok adalah topik yang akan kita bahas berikutnnya.

3.4. Alasan-Alasan Pembentukan Kelompok
        Kelompok-kelompok formal dan informal terbentuk karena berbagai karena berbagai macam alasan. Beberapa alasan berkaitan dengan unsur kepuasan, kedekatan, ketertarikan, sasaran dan ekonomi.
        Salah satu alasan yang paling banyak muncul tentang penyebab seseorang bergabung ke dalam sebuah kelompok adalah karena mereka percaya bahwa keanggotaan dalam kelompok tersebut akan membantu mereka memenuhi satu atau lebih kebutuhan-kebutuhan penting. Sebagai contohnya, kebutuhan sosial dapat di penuhi melalui kelompok-kelompok yang menyediakan media bagi para anggotanya untuk saling berinteraksi satu sama lain. Kebutuhan akan rasa aman mungkin dapat di penuhi sebagian dengan menjadi anggota suatu kelompok yang menjadi penyangga antara system karyawan dan manajemen. Kebutuhan akan harga diri mungkin juga dapat dipenuhi dengan menjadi bagian dari sebuah kelompok bergengsi, dimana keanggotaan semacam itu sulit diperoleh.            
        Kedekatan (proximity) dan ketertarikan (attraction) adalah dua alasan terkait mengapa seseorang membentuk kelompok. Kedekatan menyangkut jarak fisik antar karyawan ketika melakukan kerjanya. Ketertarikanmencerminkan rasa tertarik antar orang karena keserupaan persepsi, sikap, kinerja, atau motivasi. Kedekatan membuat pencarian daya tarik yang sama menjadi lebih mudah. Karena itu, kedua faktor ini bekerja sama dalam memfasilitasi pembentukan kelompok.
        Sasaran kelompok, bila dipahami dengan baik, dapat menjadi alasan mengapa beberapa orang tertarik bergabung ke dalam suatu kelompok.
        Terakhir, dalam banyak kasus, kelompok didirikan karena para individu yakin bahwa mereka dapat memperoleh keuntungan ekonomis dari pekerjaan-pekerjaan mereka bila mereka berorganisasi.

3.5. Tahap-Tahap Pembentukan Kelompok
        Kelompok-kelompok pun belajar seperti halnya individu. Kinerja dari sebuah kelompok tergantung pada pembelajaran individu, dan juga tergantung pada sejauh apa anggota-anggota dapat belajar saling bekerja sama.
        Salah satu model perkembangan kelompok yang paling banyak digunakan mengasumsi bahwa kelompok-kelompok berkembang melalui lima tahap perkembangan: (1) tahap pembentukan, (2) tahap konflik, (3) tahap pembentukan norma, (4) tahap penunjukan kinerja, dan (5) tahap pembubaran. Walaupun cuku sulit mengidentifikasikan tahapan yang sedang dijalani sebuah kelompok dalam waktu tertentu, kita belum memahami proses perkembangan kelompok tersebut. Dalam setiap tahap, perilaku kelompok berbeda, dan karenanya setiap tahap dapat mempengaruhi hasil akhir kelompok.

3.5.1. Tahap Pembentukan (Forming)
         Tahap pertama perkembangan kelompok adalah tahap pembentukan, dan tahap ini ditandai oleh adanya ketidakpastian (dan seringkali juga kebingungan) mengenai sasaran, struktur, dan kepemimpinan kelompok. Aktivitas cenderung berpusat pada usaha anggota untuk memahami dan memberikan definisi mengenai sasaran-sasaran, peran-peran, dan tugas-tugas dalam kelompok. Kelompok menguji-coba pola-pola interaksi antara anggota dan kemudian memilih pola interaksi yang diteruskan atau yang disingkirkan, setidaknya untuk sementara. Semakin beragam anggota kelompok, semakin sulit melakukan maneuver, dan semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk melewati tahap ini. Ini sebabnya mengapa tahap ini merupakan tahap yang sangat sensitive dalam pembentukan kelompok-kelompok multikultural.

3.5.2. Tahap Konflik (Storming)
           Tahap konflikdalam perkembangan kelompok cenderung ditandai oleh banyaknya konfrontasi. Ini biasanya merupakan tahap yang emosional, dimana muncul kompetisi antar anggota kelompok demi mendapatkan penugasan yang diharapkan dan perselisihan pendapat mengenai perilaku-perilaku terkait tugas dan tanggung jawab seseorang. Bagian yangs sangat penting dari tahap konflik ini betkaitan dengan proses pendefinisian kembali tugas-tugas spesifik kelompok dan juga sasaran keseluruhan.

3.5.3. Tahap Pembentukan Norma (Norming)
         Tahap normalisasi ditandai dengan adanya kerja sama dan kekompakan. Tahap ini juga merupakan tahap dimana kohesivitas kelompok mulai berkembang secara signifikan. Pertukaran informasi secara terbuka kerap terjadi, demikian pula penerimaan atas perbedaan pendapat , serta usaha pencapaian sasaran-sasaran yang telah disetujui bersama. Pada tahp ini mulai muncul ketertarikan, komitmen, serta perasaan terhadap identitas kelompok dan pertemanan di dalamnya. Norma-norma perilaku ditetapkan dan diterima pada akhir tahap ini, sebagaimana halnya fungsi kepemimpinan dan peran lainnya dalam kelompok.

3.5.4. Tahap Penunjukan Kinerja (Performing)
           Tahap penunjukan kinerja ini adalah tahap saat kelompok berfungsi sepenuhnya. Struktur kelompok telah ditetapkan, dan setia anggota memahami dan menerima perannya masing-masing denag baik. Kelompok memusatkan energi, usaha-usaha dan komitmen mereka pada pencapaian tugas yang harus mereka lakukan.

3.5.5. Tahap Pembubaran (Adjourning)
           Tahap pembubaran merupakan tahap berakhirnya aktivitas kelompok. Tentu saja, banyak kelompok bersifat permanen dan tidak pernah mengalami tahap ini. Pada kelompok-kelompok sementara, seperti suatu komie, kelompok proyek, kelompok tugas, dan kelompok lainnya yang serupa tahap ini meliputi terjadinya perpecahan/perpisahan. Akivitas-aktivitas yang rutin dilakukan telah selesai dan kelompo memusatkan perhatian opada proses penutupan. Tahap ini ditandai oleh emosi yang sangat posiitif terkait kberhasilan menyelesaikan tugas dan pencapaian tertentu. Namun tahap ini juga dapat diwarnai oleh perasaan kekalahan, kekecewaan atau bahkan amarah. Emosi negatif tersebut mungkin muncul pada kelompok-kelompok permanen yang gagal bertahan karena adanya penyusutan organisasi, penggabungan kelompok (merger), atau kebangkrutan.

3.6. Karakteristik Kelompok
        Seiring berkembangnya kelompok melalui berbagai tahap perkembangan, mereka mulai menunjukkan karakter-karakter tertentu. Untuk memahami perilaku kelompok, Anda harus memahami karakteristik umum kelompok. Beberapa karakter yang dianggap penting adalah komposisi, hierarki status, peran, norma, kepemimpinan, dan kohesivitas

3.6.1. Komposisi
           Komposisi kelompok berhubungan dengan kemiripan anggota kelompok satu sama lain. Anggota-anggota kelompok homogen memiliki sejumlah karakteristik yang serupa. Karakteristik ini mungkin saja terkait karakteristik demografis (ras, gender, latar belakang sosial-ekonomi, pendidikan, usia, atau latar belakang budaya), kepribadian, keterampilan dan kemampuan, atau pengalaman kerja.
           Komposisi kelompok dapat menjadi sangat penting karena komposisi dapat mempengaruhi sejumlah karakteristik lainnya dan hasil yang dapat dicapai oleh kelompok. Kelompok homogen cenderung menjadi kelompok yang lebih kohesif dibandingkan kelompok-kelompok yang heterogen. Di sisi lain, kelompok yang heterogen lebih mungkin menunjukkan kinerja yang jauh lebih baik dibandingkan kelompok yang homogeny karena kelompok heterogen memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih beragam dalam menyelesaikan masalah.

3.6.2. Hierarki Status
           Status dan jabatan merupakan istilah yang serupa hingga seringkali digunakan ssecara bergantian. Status yang disematkan pada sebuah jabatan tertentu umumnya merupakan konsekuensi dari beberapa karakteristik yang membedakan jabatan yang satu dengan jabatan yang lainnya. Dalam beberapa kasus, seseorang dapat memiliki suatu status karena sejumlah faktor seperti seniorita kerja, usia, atau juga karena penugasan. Contohnya, karyawan yang paling tua dapat dianggap sebgai sosok yang memiliki kemampuan teknis yang lebih baik dan karenanya mendapatkan status yang lebih tinggi di kelompok teknisi. Karena itu, status yang disematkan terkadang tidak memiliki hubungan apa-apa dengan hierarki status.

3.6.3. Peran (Roles)
           Setiap jabatan dalam struktur kelompok memiliki peran yang menentukan perilaku yang diharapkan dari si pemegang jabatan. Sebagi contoh, direktur layanan perawat dalam sebuah rumah sakit diharapkan mengatur dan melakukan kontrol atas departemen perawat. Direktur ini juga diharapkan membantu persiapan dan pelaksanaan anggaran untuk departemen ini. Seorang penyelia perawat, di sisi lain, diharapkan mengawasi aktivitas para staf perawat yang bertugas dalam sejumlah layanan perawatan yang spesifik, seperti layanan perawatan kebidanan dan kandungan, layanan perawatan dokter anak, dan layanan perawatan operasi. Perilaku-perilaku yang diharapkan ini biasanya disetujui tidak hanya oleh pemegang si jabatan, seperti direktur depatemen perawat dan penyelia staf perawat, tapi juga anggota-anggota lain dalam kelompok perawat dan staf rumah sakit lainnya.
           Selain peran yang diharapkan (expected role) sebagaimana diilustrasikan si atas, terdapat juga peran yang dipersepsikan (perceived role) dan peran yang dijalankan (enacted role). Peran yang dipersepsikan adalah seperangkat perilaku yang dalam keyakinan seseorang harus ia lakukan karena posisinya. Persepsi dapat menjadi terdistorsi atau tidak akurat dalam beberapa situasi. Peran yang dijalankan, di sisi lain adalah perilaku yang benar-benar dijalankan oleh orang tersebut. Karena itu, terdapat tiga kemungkinan peran. Konflik dan frustasi dapat muncul sebagai akibat kesenjangan ketiga peran ini. Dalam kelompok-kelompok yang relatif stabil dan permanen umumnya terjadi kesepakatan antara peran-peran yang diharapkan dan dipersepsikan. Ketika peran yang dijalankan menyimpang terlalu banyak dari peran yang diharapkan, orang tersebut dapat berperan semakin menyerupai peran yang diharapkan atau malah meninggalkan kelompok.

3.6.4. Norma
           Norma (norm) adalah standar-standar yang diakui bersaa oleh anggota sebuah kelompok, dan norma suatu kelompok memiliki suatu karakteristik yang dianggap penting bagi anggota-anggotanya. Pertama, norma-norma dibentuk dan diterapkan hanya pada hal-hal yang penting bagi kelompok. Norma dapat saja berbentuk tertulis, tapi seringkali dapat dikomunikasikan secara lisan kepada anggota-anggota lainnya. Dalam banyak kasus, norma bahkan tidak pernah dinyatakan secara formal, tetapi juga diketahui oleh setiap anggota kelompok.
            Kedua, norma diterima dalam kadar yang beragam oleh anggota-anggota kelompok. Beberapa norma diterima seutuhnya oleh semua anggota, sedangkan norma-norma lainnya hanya diterima sebagian anggota. Ketiga, norma-norma yang ada dapat diterapkan pada stiap anggota kelompok atau diterapkan pada beberapa anggota kelompok saja. Contohnya, setiap anggota diharapkan taat pada norma produksi, sedangkan hanya beberapa pimpinan kelompok saja yang dapat secara lisan mengungkapkan ketidaksetujuannya tentang arahan dari manajemen.

3.6.5. Konformitas Terhadap Norma
           Sebuah isu penting yang perlu diperhatikan oleh manajer adalah alasan para karyawan menunjukkan konformitas terhadap norma kelompok. Isu ini menjadi sangat penting terutama bila seseorang yang terampil dan kompeten menunjukan kinerja yang jauh di bawah kemampuannya demi menjaga agar ia tidak melanggar norma kelompoknya. Sejumlah variabel dapat mempengaruhi konformitas terhadap norma-norma kelompok. Karakteristik personal individu memainkan peran yang penting. Faktor situasional, seperti besar kelompok dan strukturnya, dapat mempengaruhi konformitas. Hubungan antar kelompok, yang mencangkup faktor-faktor seperti jenis tekanan yang dihasilkan kelompok dan sejauh mana anggota mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok, adalag variabel potensial lain terkait konformitas.

3.6.6. Kepemimpinan
           Peran kepemimpinan merupakan karakteristik kelompok yang sangat penting karena pemimpin berperan memberikan pengaruh pada anggota lainnya dalam kelompok. Dalam kelompok formal, seorang pemimpin dapat menggunakan kekuasaan yang dilegitimasi dan sah. Artinya, seeorang pemimpin memiliki kekuasaan memberikan penghargaan atau menghukum anggota-anggotanya yang tidak menaati peraturan atau perintah. Nemun terkadang kita tidak menemukan satu pun pemimpin formal bahkan dalam sebuah kelompok formal. Kondisi seperti itu mungkin terjadi pada kelompom yang otonom.
           Peran kepemimpinan juga menjadi faktor yang signifikan dalam sebuah kelompok informal. Seorang yang menjadi pimpinan kelompok informal biasanya merupakan seseorang yang dihormati dan dipandang sebagai anggota berstatus tinggi yang tindak tanduknya mengejawantahkan nilai-nilai kelompok, yang membantu kelompok mencapai sasaran-sasarannya, dan yang memungkinkan para anggotanya memenuhi beragam kebutuhan.

3.6.7. Kohesivitas
           Kelompok-kelompok formal dan informal cenderung memiliki kedekatan atau keseragaman dalam hal sikap, perilaku, dan kinerja. Kedekatan ini seringkali disebut sebagai kohesivitas. Kohesivitas biasanya dianggap sebagai sebuah kekuatan. Kohesivitas mengikat seluruh anggota tim agar berada dalam kelompok dan menangkal pengaruh yang menarik anggota agar keluar kelompok. Sebuah kelompok yang kohesif umumnya terdiri dari individu-individu yang saling tertarik satu sama lain. Daya tarik ini dapat meliputi :
1.   Sasaran-sasaran kelompok dengan anggota-anggotanya saling cocok dan dinyatakan dengan jelas.
2.   Kelompok tersebut memiliki seorang pemimpin yang kharismatik.
3.   Reputasi kelompok mengindikasikan bahwa kelompok tersebut dengan sukses menyelesaikan tugas-tugasnya.
4.   Kelompok ini cukup kecil untuk memungkinkan anggota-anggotanya menyatakan pendapatnya dan mendapatkan evaluasi tentang pendapatnya dari anggota lain.
5.   Keanggotaan bersifat menarik karena mereka mendukung satu dengan yang lain dan saling membantu dalam mengatasi kendala dan penghalang pencapaian personal seseorang dan perkembangannya.

3.6.8. Kohesivitas dan Kerja
           Konsep kohesivitas adalah elemen yang penting dalam memahami kelompok dalam konteks organisasi. Derajat kohesivitas dalam sebuah kelompok dapat memiliki efek yang positif ataupun negatif, tergantung kesesuaian sasaran-sasaran kelompok dengan sasaran-sasaran organisasi formal tempat kelompok tersebut berada. Terkait hal tersebut, ada empat kemungkinan yang muncul, sebagaimana dapat dilihat pada Peraga 3.2.
          
           Peraga 3.2. menunjukkan bahwa apabila kohesivitas tinggi dan kelompok menerima dan menyetujui sasaran-sasaran organisasi, perilaku kelompok relatif positif dari sudut pandang organisasi. Sebaliknya, bila kelompok sangatlah kohesif namun sasaran-sasarannya tidak sejalan dengan sasaran organisasi-organisasi formal, perilaku kelompok cenderung terlihat negatif dari sudut pandang organisasi formal.
           Peraga 3.2 juga menunjukkan bila sebuah kelompok memiliki kohesivitas rendah dan para anggotanya memiliki sasaran yang tidak sejalan dengan sasaran yang ditetapkan manajemen, hasil yang dicapai mungkin berupa hasil negatif dari sudut pandang oganisasi. Dalam kelompok dengan kohesivitas rendah ini, perilaku individual akan kebih dominan dibandingkan perilaku kelompok. Di sisi lain, mungkin terdapat sebuah kelompok yang rendah dalam kohesivitas, namun memiliki sasaran yang sejalan dengan sasaran organisasi formal. Dalam kasusu ini, produktivitas mungkin lpositif walaupun lebih banyak terjadi pada tingkatan individu dan bukan tingkatan kelompok.

3.6.9. Pikiran Kelompok (Groupthink)
           Irving Janis mendefinisikan pikiran kelompok (groupthink) sebagai sebuah “kemnduran efisiensi mental, kemunduran kemampuan menguji kenyataan, dan kemunduran penilaian moral” demi menegakkan solidaritas kelompok. Menurut Janis, kelompok-kelompok yang rentan terhadap pikiran kelompok cenderung menunjukkan sejumlah karakteristik umum. Beberapa karakteristik umum ini adalah sebagai berikut.
Ilusi ketidakterkalahkan. Anggota-anggota kelompok secara kolektif percaya bahwa mereka tidak terkalahkan
Kecenderungan memoralisasikan. Kelompok oposisi atau lawan dipandang sebgai kelompok yang lemah, jahat, atau dungu.
Perasaan akan kebulatan suara. Seluruh anggota kelompok mendukung keputusan pemimpin kelompok. Anggota-anggota mungkin memiliki keberatan terhadap keputusan tersebut, namun mereka tidak mengungkapkannya kepada yang lain. Hal ini menunjukkan bagaimana tekanan untuk menegakkan solidaritas kelompok dapat menyesatkan penilaian individual tiap-tiap anggota.
Tekanan untuk melakukan konformitas. Usaha-usaha informal maupun formal dibuat untuk mencegah munculnya diskusi dan pandangan-pandangan yang beragam. Kelompok melakukan tekanan yang luar biasa pada tiap-tiap anggotanya umtuk melakukan komformitas.
Pandangan-pandangan yang berlawanan akan ditolak. Setiap individu ataupun kelompok lain yang mengkritik atau menentang sebuah keputusan akan menerima sedikit perhatian atau bahkan diabaikan sama sekali. Anggota-anggota kelompok cenderung menunjukkan sikap positif yang kuat terhadap ide-ide mereka sendiri dalam kerangka pemrosesan dan pengevaluasian informasi, karena semata-mata akan meyakinkan mereka bahwa cara piker mereka adalah benar.

3.7. Hasil Akhir
        Kelompok diciptakan untuk mencapai sasaran. Dalam kasus kelompok kerja, sasaran ini biasanya terkait dengan kinerja tugas spesifik yang dirancang untuk mendukung pencapaian sasaran organisasi formal. Beberapa bentuk hasil produksi (barang, layanan, gagasan, dan lain-lain) biasanya digunakan sebgai tolok ukur kinerja dan efektivitas kelompok, namun bukan satu-satunya pertimbangan. Peneliti dalam bidang organisasi, Richard Hackman mengidentifikasi tiga kriteria penting terkait sebuah efektivitas kelompok.
1.      Sejauh mana hasil produksi kelompok memenuhi standar kuantitas, kualitas, dan ketetapan waktu para pengguna produk tersebut. Contohnya, sebuah kelompok yang menghasilkan produk yang tidak diterima oleh pelanggan tidak dapat dianggap sebagai kelompok efektif, terlepas dari apa yang dikatakan oleh kelompok atau pihak lain mengenai produk tersebut.
2.      Sejauh mana proses kerja yang dilakukan kelompok meningkatkan kemampuan anggotanya untuk bekerja sama dan saling tergantung pada masa yang akan dating. Ini menunjukkan bahwa walaupun kelompok dapat menghasilkan sebuah produk yang memenuhi standar yang disebutkan di kriteria pertama, bila hasil akhir dicapai melalui cara-cara yang tidak sehat dan ddestruktif bagi hubungan kerja berikuttnya, kelompok tersebut tidak dapat dikatakan efektif. Sekalipun kelompok tersebut adalah kelompok sementara, seperti sebuah kelompok gugus tugas atau tim proyek, hal itu tidak mengurangi pentingnya kriteria efektivitas ini
3.      Sejauh mana pengalaman-pengalaman kelompok mendukung perkembangan dan kesejahteraan anggota-anggotanya. Krkriteria ini terkait dengan hasil akhir dalam bentuk perkembangan dan kepuasan yang disebutkan di Peraga 3.1 di awal bab ini.

0 Response to "Kelompok dalam Organisasi"

Post a Comment