Analisis Kebijakan Pemerintahan



1.     Pengertian Analisis Kebijakan Pemerintahan

Analisa atau analisis, adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (seperti karangan, perbuatan, kejadian atau peristiwa) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab musabab atau duduk perkaranya (Balai Pustaka, 1991).

Kebijakan adalah rangkaian dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak (tentag organisasi, atau pemerintah); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran tertentu. Contoh: kebijakan kebudayaan, adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar rencana atau aktifitas suatu negara untuk mengembangkan kebudayaan bangsanya. Kebijakan Kependudukan, adalah konsep dan garis besar rencana suatu pemerintah untuk mengatur atau mengawasi pertumbuhan penduduk dan dinamika penduduk dalam negaranya (Balai Pustaka, 1991).
Kebijakan berbeda makna dengan Kebijaksanaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1991), kebijaksanaan adalah kepandaian seseorang menggunakan akal budinya (berdasar pengalaman dan pangetahuannya); atau kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan.
Analisis Kebijakan Pemerintahan, adalah penggunaan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik dalam rangka memecahkan masalah kebijakan (Dunn, 1988).
Analisis kebijakan, dalam pengertiannya yang luas, melibatkan hasil pengetahuan tentang dan di dalam proses kebijakan. Secara historis, tujuan analisis kebijakan adalah menyediakan informasi bagi pembuat kebijakan untuk dijadikan bahan pertimbangan yang nalar guna menemukan pemecahan masalah kebijakan.
Analisis kebijakan (policy analysis) dapat dibedakan dengan pembuatan atau pengembangan kebijakan (policy development). Analisis kebijakan tidak mencakup pembuatan proposal perumusan kebijakan yang akan datang. Analisis kebijakan lebih menekankan pada penelaahan kebijakn yang sudah ada. Sementara itu, pengembangan kebijakan lebih difokuskan pada proses pembuatan proposal perumusan kebijakan yang baru.
Namun demikian, baik analisis kebijakan maupun pengembangan kebijakan keduanya memfokuskan pada konsekuensi-konsekuensi kebijakan. Analisis kebijakan mengkaji kebijakan yang telah berjalan, sedangkan pengembangan kebijakan memberikan petunjuk bagi pembuatan atau perumusan kebijakan yang baru. 

2. Tujuan Analisis Kebijakan Pemerintahan

Secara umum tujuan analisis kebijakan negara adalah menyediakan informasi untuk para pengambilan kebijakan yang digunakan sebagai pedoman pemecahan masalah kebijakan secara praktis. Tujuan analisa kebijakan juga meliputi evaluasi kebijakan dan anjuran kebijakan (Dunn, 1988).
Selaras tujuan di atas, dapat disimpulkan analisis kebijakan tidak hanya sekedar menghasilkan fakta, tetapi juga menghasilkan informasi mengengai nilai dan arah tindakan yang lebih baik.
Analisis kebijakan mengambil dari berbagai disiplin yang tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif, dan normatif. Analisis kebijakan diharapkan untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi tentang nilai-nilai, fakta-fakta, dan tindakan-tindakan. Ketiga macam tipe informasi itu dihubungka dengan tiga pendekatan analisis kebijakan, yaitu empiris, valuatif, dan normatif.
Lima tipe informasi yang dihasilkan oleh analisis kebijakan adalah: masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. Kelima tipe informasi tersebut diperoleh melalui lima prosedur analisis kebijakan: perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan, dan evaluasi.


3.     Bentuk Analisis Kebijakan Pemerintahan

Analisis kebijakan terdiri dari beberapa bentuk, yang dapat dipilih dan digunakan. Pilihan bentuk analisis yang tepat, menghendaki pemahaman masalah secara mendalam, sebab kondisi masalah yang cenderung menentukan bentuk analisis yang digunakan.

Berdasarkan pendapat para ahli (Dunn, 1988; Moekijat, 1995; Wahab, 1991) dapat diuraikan beberapa bentuk analisis kebijakan yang lazim digunakan.

1). Analisis Kebijakan Prospektif. Bentuk analisis ini berupa penciptaan dan pemindahan informasi sebelum tindakan kebijakan ditentukan dan dilaksanakan. Menurut Wiliam (1971), ciri analisis ini adalah: (1) mengabungkan informasi dari berbagai alternatif yang tersedia, yang dapat dipilih dan dibandingkan; (2) diramalkan secara kuantitatif dan kualitatif untuk pedoman pembuatan keputusan kebijakan; dan (3) secara konseptual tidak termasuk pengumpulan informasi.

(2). Analisis Kebijakan restropektif (AKR). Bentuk analisis ini selaras dengan deskripsi penelitian, dengan tujuannya adalah penciptaan dan pemindahan informasi setelah tindakan kebijakan diambil. Beberapa analisis kebijakan restropektif, adalah:
a). Analisis berorientasi Disiplin, lebih terfokus pada pengembangan dan pengujian teori dasar dalam disiplin keilmuan, dan menjelaskan sebab akibat kebijakan. Contoh: Upaya pencarian teori dan konsep kebutuhan serta kepuasan tenaga kesehatan di Indonesia, dapat memberi kontribusi pada pengembangan manajemen SDM original berciri Indonesia (kultural). Orientasi pada tujuan dan sasaran kebijakan tidak terlalu dominan. Dengan demikian, jika ditetapkan untuk dasar kebijakan memerlukan kajian tambahan agar lebih operasional.
b). Analisi berientasi masalah, menitikberatkan pada aspek hubungan sebab akibat dari kebijakan, bersifat terapan, namun masih bersifat umum. Contoh: Pendidikan dapat meningkatkan cakupan layanan kesehatan. Orientasi tujuan bersifat umum, namun dapat memberi variabel kebijakan yang mungkin dapat dimanipulasikan untuk mencapai tujuan dan sasaran khusus, seperti meningkatnya kualitas kesehatan gigi anak sekolah melalui peningkatan program UKS oleh puskesmas.
c). Analisis beriorientasi penerapan, menjelaskan hubungan kausalitas, lebih tajam untuk mengidentifikasi tujuan dan sasaran dari kebijakan dan para pelakunya. Informasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil kebijakan khusus, merumuskan masalah kebijakan, membangun alternatif kebijakan yang baru, dan mengarah pada pemecahan masalah praktis. Contoh: analis dapat memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan pelayanan KIA di Puskesmas. Informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai dasar pemecahan masalah kebijakan KIA di puskesmas.

3). Analisis Kebijakan Terpadu. Bentuk analisis ini bersifat konprehensif dan kontinyu, menghasilkan dan memindahkan informasi gabungan baik sebelum maupun sesudah tindakan kebijakan dilakukan. Menggabungkan bentuk prospektif dan restropektif, serta secara ajeg menghasilkan informasi dari waktu ke waktu dan bersifat multidispliner.

Bentuk analisis kebijakan di atas, menghasilkan jenis keputusan yang relatif berbeda yang, bila ditinjau dari pendekatan teori keputusan (teori keputusan deksriptif dan normatif), yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1). Teori Keputusan Deskrifif, bagian dari analisis retrospektif, mendeskripsikan tindakan dengan fokus menjelaskan hubungan kausal tindakan kebijakan, setelah kebijakan terjadi. Tujuan utama keputusan adalah memahami problem kebijakan, diarahkan pada pemecahan masalah, namun kurang pada usaha pemecahan masalah.

2). Teori Keputusan Normatif, memberi dasar untuk memperbaiki akibat tindakan, menjadi bagian dari metode prospektif (peramalan atau rekomendasi), lebih ditujukan pada usaha pemecahan masalah yang bersifat praktis dan langsung.


4.  Pendekatan Analisis Kebijakan

Upaya untuk menghasilkan informasi dan argumen, analisis kebijakan dapat menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: pendekatan Empiris, Evaluatif, dan Normatif (Dunn, 1988).

1). Pendekatan Empiris, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu apakah sesuatu itu ada (menyangkut fakta). Pendekatan ini lebih menekankan penjelasan sebab akibat dari kebijakan publik. Contoh, Analisis dapat menjelaskan atau meramalkan pembelanjaan negara untuk kesehatan, pendidikan, transportasi. Jenis informasi yang dihasilkan adalah Penandaan.
2). Pendekatan evaluatif, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu berkaitan dengan penentuan harga atau nilai (beberapa nilai sesuatu) dari beberapa kebijakan. Jenis informasi yang dihasilkan bersifat Evaluatif. Contoh: setelah menerima informasi berbagai macam kebijakan KIA - KB, analis dapat mengevaluasi bermacam cara untuk mendistribusikan biaya, alat, atau obat-obatan menurut etika dan konsekuensinya.
3). Pendekatan normatif, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu Tindakan apa yang semestinya di lakukan. Pengusulan arah tindakan yang dapat memecahkan masalah problem kebijakan, merupakan inti pendekatan normatif. Jenis informasi bersifat anjuran atau rekomendasi. Contoh: peningkatan pembayaran pasien puskesmas (dari Rp.300 menjadi Rp.1000) merupakan jawaban untuk mengatasi rendahnya kualitas pelayanan di puskesmas. Peningkatan ini cenderung tidak memberatkan masyarakat.

Ketiga pendekatan di atas menghendaki suatu kegiatan penelitian dan dapat memanfaatkan berbagai pendekatan lintas disiplin ilmu yang relevan. Adapun model panelitian yang lazim digunakan adalah penelitian operasional, terapan atau praktis.

Pembuatan informasi yang selaras kebijakan (baik yang bersifat penandaan, evaluatif, dan anjuran) harus dihasilkan dari penggunaan prosedur analisis yang jelas (metode penelitian). Menurut Dunn (1988), dalam Analisis Kebijakan, metode analisis umum yang dapat digunakan, antara lain:
1). Metode peliputan (deskripsi), memungkinkan analis menghasilkan informasi mengenai sebab akibat kebijakan di masa lalu.
2). Metode peramalan (prediksi), memungkinkan analis menghasilkan informasi mengenai akibat kebijakan di masa depan.
3). Metode evaluasi, pembuatan informasi mengenai nilai atau harga di masa lalu dan masa datang.
4). Metode rekomendasi (Preskripsi), memungkinkan analis menghasilkan informasi mengenai kemungkinan arah tindakan dimasa datang akan menimbulkan akibat yang bernilai.

5. Aktor, Institusi dan Instrumen dalam Kebijakan Pemerintahan
Setiap kebijakan tidak lepas dari peran berbagai aktor, Aktor dalam kebijakan dapat berarti individu-individu atau kelompok-kelompok, dimana para pelaku ini terlibat dalam kondisi tertentu sebagai suatu subsistem kebijakan. Menurut Howlet dan Ramesh, aktor-aktor dalam kebijakan terdiri atas lima kategori, yaitu sebagai berikut: 1) Aparatur yang dipilih (elected official) yaitu berupa eksekutif dan legislative; 2) Aparatur yang ditunjuk (appointed official), sebagai asisten birokrat, biasanya menjadi kunci dasar dan sentral figure dalam proses kebijakan atau subsistem kebijakan; 3) Kelompok-kelompok kepentingan (interest group), Pemerintah dan politikus seringkali membutuhkan informasi yang disajikan oleh kelompok-kelompok kepentingan guna efektifitas pembuatan kebijakan atau untuk menyerang oposisi mereka; 4) Organisasi-organisasi penelitian (research organization), berupa Universitas, kelompok ahli atau konsultan kebijakan; 5) Media massa (mass media), sebagai jaringan hubungan yang krusial diantara Negara dan masyarakat sebagai media sosialisasi dan komunikasi melaporkan permasalahan yang dikombinasikan antara peran reporter dengan peran analis aktiv sebagai advokasi solusi.

Lebih lanjut Howlet dan Ramesh  menjelaskan bahwa eksekutif atau kabinet kebanyakan merupakan pemain kunci dalam subsistem implementasi kebijakan, dimana tugas pokoknya adalah memimpin Negara, disamping itu ada aktor lain yang terlibat dan bekerja sama dengan eksekutif dalam membuat suatu kebijakan yaitu legislatif. Selain mengadakan fungsi tersebut, legislatif juga mengontrol kebijakan pemerintah, memberikan masukan terhadap kebijakan yang dibuat sebagai wadah untuk hak bertanya terhadap suatu permasalahan dan mendiskusikannya dengan pemerintah; juga mengadakan perubahan atas suatu kebijakan. Namun fungsi ini terkadang tidak optimal sebagai akibat dominannya fungsi yang dimainkan oleh eksekutif.

Dalam system politik modern, memungkinkan kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan untuk berperan dalam proses penentu kebijakan, komponen penting dalam kelompok ini adalah pengetahuan, khususnya mengenai informasi, kelompok kepentingan seringkali mengetahui hampir semua hal ada diwilayahnya. Dalam hal ini, para politis dan birokrasi membutuhkan informasi guna melengkapi informasi yang dinilai masih kurang dalam pembuatan kebijakan atau untuk keperluan menyerang lawan politik.

Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap kebijakan yang dirumuskan tidak lepas dari kepentingan para aktor yang ingin mendapat keuntungan dengan menumpang pada setiap kebijakan yang dibuat. Menumpangnya para aktor ini dalam setiap kebijakan akan menyebabkan sulitnya dalam mengimplementasikan kebijakan yang ingin dijalankan. Dengan berpangkal tolak pada refleksi seperti itu, sebagaimana yang diungkapkan oleh Crehan dan Oppen bahwa proses kebijakan sebaiknya dipahami sebagai sebuah peristiwa social (social event) dan arena perjuangan (an arena of struggle), tempat dimana para partisipan (aktor atau kelompok) yang berbeda pandangan dan latar belakang lapisan sosialnya berkompetisi untuk memenangkan kepentingannya masing-masing.


DAFTAR PUSTAKA

Dunn WN, Analisa Kebijaksanaan Publik, Penerbit PT. Hanindita, Yogyakarta, 1988.
Islamy MI, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Penerbit Bina Aksara, Jakarta, 1988.
Moekijat, Analisis Kebijaksanaan Publik, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung, 1995.
Siagian SP, Analisis Serta Perumusan Kebijaksanaan Dan Strategi Organisasi, Penerbit PT. Gunung Agung, Jakarta, 1985.

Wahab SA, Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke Impelementasi Kebijaksanaan Negara; Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 1991.
Wibawa S, Purbokusumo Y, Pramusinto A, Evaluasi Kebijakan Publik, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 1994.

Break Even Point

Waralaba

Forecasting atau Policy Forecasting (Peramalan Kebijakan)





2.1 Pengertian Forecasting atau Policy Forecasting(Peramalan Kebijakan)
Peramalan kebijakan (policy forecasting) adalah suatu prosedur untuk membuat informasi faktual tentang situasi sosial masa depan atas dasar informasi yang telah ada tentang masalah kebijakan (Dunn, 2000:291).
Tujuan diadakannya peramalan kebijakan diantaranya yaitu:
1)      Ramalan menyediakan informasi tentang perubahan kebijakan di masa depan beserta konsekuensinya yang akan berpengaruh terhadap implementasi kebijakan.
Tujuan peramalan ini mirip dengan kebanyakan penelitian eksakta maupun sosial.
2)      Mempermudah melakukan kontrol yang lebih besar dengan asumsi bahwa masa depan ditentukan oleh masa lalu dan masa kini, serta intervensi kebijakan guna mempengaruhi perubahan, sehingga akan mengurangi resiko yang lebih besar.
3)      Mempermudah melakukan tindakan kebijakan di masa depan.
Oleh karena itu, sebelum rekomendasi diformulasikan perlu adanya peramalan kebijakan sehingga akan diperoleh hasil rekomendasi yang benar-benar akurat untuk diberlakukan pada masa yang akan datang.
Dalam hal memprediksi kebutuhan di masa yang akan datang dengan berpijak pada masa lalu, maka dibutuhkan seseorang yang memiliki daya sensitifitas tinggi dan mampu membaca kemungkinan-kemungkinan dimasa yang akan datang.
Menurut Keban, bahwa teknik forecasting berusaha untuk menjawab beberapa pertanyaan penting, antara lain:
1)      Apa yang akan terjadi sekiranya kebijakan yang ada atau yang sedang berjalan diteruskan?
2)      Apa yang akan terjadi apabila isi kebijakan yang ada sekarang ini dirubah meniru kebijakan yang telah dipraktekkan di tempat lain?
3)      Apakah kebijakan yang baru akan mendapat dukungan tokoh masyarakat khususnya dari aktor-aktor politik?


Untuk keperluan peramalan ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1)        Merumuskan sasaran atau obyek yang akan diramal
2)        Dasar yang digunakan untuk meramal
3)        Teknik yang sesuai dengan objek dan dasar yang dipakai

Keterbatasan peramalan dibentuk oleh tiga hal, yaitu:
1)      Akurasi ramalan, (data yang digunakan harus valid).
2)      Kelebihan komparatif, (model komparatif teoritis rumit).
3)      Konteks, (konteks kebijakan yang kurang mencerminkan kenyataan sebagai pengelaman sejarah), yaitu konteks institusional, temporal, dan historikal.

Dalam hal meramalkan, menurut Karl Mannhein (1944) dalam Bernadus Luankali (2007:25) bahwa:
Sejauh struktur sosial masih sederhana dan statis, penilaian yang mapan akan bertahan untuk waktu yang panjang, tetapi jika masyarakat berubah hal ini akan segera tercermin pada penilaian yang berubah.

Hasil rumusan masalah menghasilkan formulasi yang relevan dengan kebijakan, hal ini penting untuk melakukan analisis kebijakan selanjutnya yaitu melakukan peramalan akan masa depan kebijakan. Kapasitas peramalan masa depan kebijakan sangat penting bagi berhasilnya analisis kebijakan, terutama bagi perbaikan pembuatan kebijakan. Melalui peramalan kita dapat memperoleh visi yang prospektif, sehingga kita dapat melebarkan pemahaman dan pengontrolan terhadap kebijakan yang sedang dirumuskan.


2.2 Sumber-Sumber Tujuan, Sasaran Dan Alternatif Forecasting
(Peramalan Kebijakan)
Dalam meramalkan kebijakan yang akan diberlakukan, maka baik seorang analis maupun pembuat kebijakan harus menemukan sumber tujuan, sasaran serta alternatif yang akan digunakan dalam membuat kebijakan ulang,diantaranya yaitu:
1)      Wewenang
Dalam memprediksi sebuah kebijakan yang akan datang, seorang analis dapat berdiskusi dengan para pakar untuk mencari alternatif pemecahan permasalahan.
2)      Wawasan
Seorang analis dapat menggunakan intuisinya, penilaian (judgment), atau pengetahuan tersembunyi dari orang-orang yang dipercayai cukup memahami suatu masalah.

3)      Metode
Pencarian alternatif pemecahan permasalahan dapat dilakukan dengan melakukan analisa dengan menggunakan metode yang tepat dan inovatif.

4)      Teori Ilmiah
Teori yang dibuat dalam ilmu-ilmu sosial dan eksakta dapat digunakan sebagai pijakan pencarian alternatif pemecahan permasalahan sebuah kebijakan.

5)      Motivasi
Keyakinan, nilai dan kebutuhan dari para penentu kebijakan dapat dijadikan sebagai sumber pemecahan permasalahan kebijakan. Alternatif dapat dibuat dari tujuan serta sasaran dari suatu kelompok.

6)      Kasus Paralel
Pengalaman kebijakan dari negara atau kota lain serta kasus-kasus permasalahan kebijakan dapat digunakan sebagai peramalan alternatif suatu kebijakan.

7)      Analogi
Kemiripan antar permasalahan yang berbeda juga dapat digunakan sebagai sumber alternatif kebijakan. Misalnya undang-undang yang dirancang untuk meningkatkan kesamaan kesempatan kerja bagi wanita, yang merupakan hasil dari analogi terhadap perlindungan hak-hak kaum minoritas.

8)      Sistem Etik
 Teori tentang keadilan sosial yang dibangun oleh para filsuf dan pemikir sosial lainnya dapat juga digunakan sebagai sumber alternatif pemecahan sebuah kebijakan di berbagai bidang.

2.3 Bentuk-Bentuk Forecasting (Peramalan Kebijakan)
       Adapun bentuk-bentuk dari peramalan kebijakan atau forecasting, antara lain yaitu:
1) Proyeksi
            Yaitu ramalan yang didasarkan pada ekstrapolasi atas kecenderungan masa lalu maupun masa kini ke masa depan, dengan asumsi bahwa masa yang akan datang memiliki pola yang sama dengan masa lalu. Biasanya, penggunaan bentuk proyeksi di peroleh melalui kasus paralel, dimana asumsi mengenai validitas metode tertentu atau kemiripan kasus digunakan untuk memperkuat pernyataan.
Proyeksi juga dapat diperkuat dengan argumen dari pemegang otoritas seperti opini para pakar dan logika kausal yang diambil dari teori.
Bentuk proyeksi dapat diterapkan dengan menggunakan model matematika dan regresi.
Contohnya, kita dapat menghitung proyeksi jumlah penduduk tahun 2010 berdasarkan data jumlah penduduk selama 5 tahun terakhir, yakni tahun 2004, tahun 2003, tahun 2002, tahun 2001, dan tahun 2000.

2) Prediksi
Yaitu ramalan yang didasarkan pada asumsi teoritis yang tegas. Asumsi ini dapat berbentuk hukum teoritis, proposisi atau analogi.
Sifat terpenting dari prediksi adalah menspesifikasikan kekuatan generatif (penyebab) dan konsekuensi (akibat).
Misalnya berdasarkan teori supply dan demand, dimana harga normal akan terjadi pada titik temu antara supply dan demand.
Kemudian hukum berkurangnya nilai uang, atau proporsi yang menyatakan bahwa pecahnya masyarakat sipil disebabkan oleh adanya kesenjangan antara harapan dan kemampuan. Prediksi ini dapat dilengkapi dengan argumentasi dari mereka yang berwenang (misalnya penilaian yang informatif) dan metode (misalnya model ekonomerik).




3)      Perkiraan
Yaitu ramalan yang didasarkan pada penilaian yang normatif atau penilaian para pakar tentang situasi masyarakat masa depan.
Penilaian ini dapat berbentuk penilaian intuitif yang berlandaskan pada kekuatan batin dan kreatif dari para intelektual.


2.4 Obyek Forecasting (Peramalan Kebijakan)
Dalam melakukan peramalan kebijakan terdapat beberapa obyek yang terdapat dalam sebuah forecasting, antara lain:
1)      Konsekuensi Kebijakan Sekarang
Yaitu ramalanyang digunakan untuk mengestimasi kondisi yang akan datang, apabila tidak ada kebijakan baru yang diambil oleh pemerintah.
Misalnya, apabila pemerintah tidak menaikkan harga BBM, maka dapat diprediksi seberapa besar defisit anggaran negara kita.

2)      Konsekuensi Kebijakan Baru
Yaitu ramalan yang digunakan untuk mengestimasi kondisi yang akan datang apabila diterapkan kebijakan baru. Ramalan ini digunakan untuk mengestimasi perubahan yang diperkirakan akan terjadi didalam masyarakat jika kebijakan baru diterapkan oleh pemerintah.
Misalnya, apabila pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan harga BBM sebesar 20%, maka akan dapat diprediksi seberapa besar kenaikan pendapatan negara dari sektor ini dan seberapa besar efeknya pada kenaikan harga sembako, dan lainnya.

3)      Isi Kebijakan Baru
Yaitu ramalan yang digunakan untuk mengestimasi perubahan dalam isi kebijakan baru.
Misalnya, kebijakan pemerintah untuk menurunkan kembali harga solar sebesar Rp. 50,-karena terdapat banyak keberatan dari masyarakat.


4)      Perilaku Stakeholders(Para Penentu Kebijakan)
Yaitu ramalan yang digunakan untuk mengestimasi dukungan atau penolakan yang mungkin muncul dengan adanya kebijakan baru.Dengan kata lain, dilakukan studi kelayakan politis sejak adopsi hingga implementasi kebijakan.
Misalnya, ramalan untuk memperkirakan kelompok-kelompok mana yang akan mendukung atau menolak, seandainya pemerintah membuat kebijakan mencabut subsidi bensin.


2.5 Basis Forecasting (Peramalan Kebijakan)
Basis ramalan merupakan seperangkat asumsi atau data yang digunakan untuk menetapkan kemungkinan (plausibility) dari ramalan atas konsekuensi dari kebijakan baru maupun kebijakan yang telah ada, isi dari kebijakan baru, atau perilaku para penentu kebijakan. Dalam hal ini terdapat tiga basis utama dalam ramalan kebijakan, yaitu:
1)      Ekstaplorasi Kecenderungan
Yaitu merupakan pemanjangan kecenderungan masa lalu ke masa depan. Ekstaplorasi ini berdasar pada asumsi bahwa apa yang telah terjadi dimasa lalu juga akan terjadi dimasa yang akan datang, bila tidak ada kebijakan baru atau peristiwa yang tak terduga yang mempengaruhi suatu peristiwa. Ektraplorasi kecenderungan ini berdasarkan pada logika induktif, yaitu proses berpikir yang berangkat dari pengamatan khusus ke kesimpulan atau pernyataan umum.

2)      Asumsi Teoritik
Yaitu merupakan seperangkat hukum atau proposisi yang terstruktur secara sistematis dan teruji secara empirik yang membangun suatu prediksi tentang berlangsungnya suatu peristiwa atas dasar peristiwa yang lain.
Asumsi teoritik ini berbentuk kausal, dan perannya adalah untuk menjelaskan atau memprediksi. Penggunaan asumsi teoritik ini didasarkan pada logika deduktif, yakni proses berpikir dari pernyataan, hukum atau proposisi umum ke sejumlah pernyataan dan informasi khusus.


3)      Penilaian Informatif
Yaitu merupakan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman dan intuisi, daripada berdasarkan pada pemikiran induktif atau deduktif.
Penilaian informatif ini biasanya diungkapkan oleh para pakar atau orang yang berpengetahuan dan digunakan dalam kasus-kasus dimana teori dan/atau data empirik tidak tersedia atau kurang memadai. Dan penilaian informatif ini berdasarkan pada logika retroduktif, yaitu proses berpikir yang mulai dengan pernyataan tentang masa depan dan kemudian kembali ke informasi dan asumsi yang diperlukan untuk mendukung pernyataan tersebut.

Dari ketiga basis tersebut, dalam praktiknya seringkali tidak jelas mengenai batas-batas antara cara berpikir induktif, deduktif dan retroduktif. Ketiga cara tersebut keberadaannya bisa melengkapi satu sama lain.
Metode retroduktif merupakan cara yang paling kreatif untuk digunakan sebagai cara meramalkan masa depan potensial. Sedangkan metode berpikir induktif dan deduktif dapat digunakan sebagai penghimpun informasi dan teori baru untuk membuat pernyataan tentang situasi sosial masa depan. Namun, pada dasarnya metode berpikir induktif dan deduktif ini adalah konservatif, karena penggunaan informasi tentang peristiwa masa lalu atau penerapan teori ilmiah yang telah mapan dapat membatasi pandangan seseorang tentang masa depan yang potensial (yang berbeda dengan plausible).


2.6 Metode dan Teknik Dalam Forecasting (Peramalan Kebijakan)
Di dalam peramalan kebijakan atauforecasting terdapat beberapa metode dan teknik yang dapat digunakan, diantaranya yaitu:
1)      Peramalan Ekstrapolatif
Peramalan ekstrapolatif adalah peramalan yang berdasarkan pada beberapa bentuk analisis antar waktu (time series analysis), yakni analisis data numerik yang dihimpun pada beberapa titik waktu dan ditampilkan secara kronologis.
Peramalan jenis ini telah digunakan untuk memproyeksikan pertumbuhan ekonomi, berkurangnya penduduk, konsumsi energi, kualitas hidup, dan beban kerja pemerintah.
Untuk  dipergunakan sebagai proyeksi, maka peramalan ekstrapolatif ini berdasarkan pada tiga asumsi dasar, yaitu:
·         Persistensi
Yaitu bahwa pola-pola yang terjadi dimasa lalu akan terjadi juga dimasa depan.Contohnya, jika pemilihan jalur pendidikan yang lebih tinggi telah meningkat dimasa lalu, maka akan meningkat pula dimasa depan.
·         Keteraturan
Bahwa variasi pada masa lalu sebagaimana ditunjukkan oleh kecenderungannya akan terulang secara berkelanjutan dimasa depan.Contonya, jika kurikulum berubah setiap 10 tahun, maka siklus ini akan terulang dimasa depan.
·         Reliabilitas dan Validitas Data
Artinya bahwa pengukuran tren akan reliabel (cukup cermat atau memiliki konsistensi internal) dan valid (mengukur apa yang hendak di ukur).
Contohnya, statistik tingkat kelulusan siswa merupakan alat ukur yang relatif tidak cermat atau kurang tepat atas tingkat kecerdasan siswa yang sebenarnya.

Apabila ketiga asumsi tersebut dapat terpenuhi, maka peramalan ekstrapolatif akan lebih baik jika dibandingkan dengan intuisi tentang dinamika perubahan dan memberikan pemahaman yang lebih besar tentang situasi masyarakat yang lurus ke depan. Namun,apabila salah satunya tidak dapat terpenuhi, maka teknik peramalan ekstrapolatif akan memberikan hasil yang tidak akurat atau salah arah.Hal ini dikarenakan kepatuhan terhadap asumsi metodologi ini dan juga adanya asumsi bahwa metodologi lain yang tidak dijamin akurasinya.
Menurut Dunn, kurang akuratnya dua atau lebih ramalan seringkali diakibatkan oleh keputusan yang kaku atas asumsi teknik. Itulah sebabnya penilaian (judgment) merupakan hal yang penting bagi semua bentuk ramalan, termasuk peramalan yang menggunakan model yang kompleks.

Metode dan teknik peramalan ekstrapolatif dapat dilakukan dalam beberapa cara, yaitu:
a.    Analisis antar waktu klasik, yang mempunyai empat komponen, yaitu:
·      Tren sekuler, yaitu pertumbuhan atau penurunan yang lurus dalam jangka panjang dari suatu data antar waktu.
·      Variasi musiman, yaitu variasi dalam data antar waktu yang berulang secara periodik dalam satu tahun atau kurang.
·      Fluktuasi yang bersiklus, yaitu variasi yang periodik dan meluas beberapa tahun dan tidak terprediksi.
·      Perpindahan yang teratur, yaitu variasi yang teratur.
b.    Estimasi tren linear, yaitu suatu prosedur yang menggunakan analisis regresi untuk memperoleh estimasi matematis yang cermat tentang situasi sosial masa depan.
c.    Waktu berskala non linear, yang dipilah menjadi lima kelas yaitu:
·      Osilasi, yaitu nilai yang menyimpang dari linearitas tapi hanya dalam tahunan, caturwulan, bulan atau hari.
·      Siklus, yaitu fluktuasi non linear yang terjadi antar tahun atau lebih lama.
·      Kurva pertumbuhan, yaitu penyimpangan linearitas antar tahun, dekade, atau jangka waktu tertentu.
·      Kurva penurunan, yaitu pasangan dari kurva pertumbuhan.
·      Katasropi, yaitu memperlihatkan ketidak-ajegan yang muncul tiba-tiba dan tajam.
d.   Pembobotan eksposial yang menggunakan persamaan dalam regresi.
e.    Transformasi data, yaitu cara yang dipakai untuk mengadaptasi teknik regresi linear dalam proses pertumbuhan dan penurunan.
f.     Metodologi katastopi, yaitu metode yang dipakai untuk merekam keajegan yang muncul dari variasi variabel lain.


2)      Peramalan Teoritik
Peramalan teoritik yaitu metode peramalan yang didasarkan pada asumsi tentang sebab dan akibat yang terkandung di dalam berbagai teori dengan menggunakan logika deduktif.Metode ini digunakan untuk membantu analis membuat prediksi tentang situasi masyarakat di masa depan atas dasar asumsi teori dan data masa lalu maupun masa kini.
Peramalan teoritik dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a.       Pemetaan teori, yaitu teknik yang membantu analis untuk mengidentifikasikan dan merancang asumsi-asumsi kunci di dalam suatu argumen teori atau kausal.
b.      Pembuatan model teoritik, yaitu menunjuk pada suatu teknik dan asumsi yang luas untuk membentuk representasi (model) sederhana dari teori, karena analis jarang membuat peramalan teoritik secara langsung dari suatu teori.
c.       Pembuatan model kausal, yaitu representasi teori secara sederhana yang berusaha untuk menjelaskan dan memprediksikan penyebab dan konsekuensi dari kebijakan publik.
d.      Analisis regresi, yaitu teknik yang sangat bermanfaat untuk meramalkan hubungan linear antara variabel dalam model peramalan teoritik.
e.       Estimasi titik dan interval.
f.       Analisis korelasional.

3)      Peramalan Pendapat atau Peramalan Intuitif
Peramalan pendapat yaitu teknik peramalan yang berusaha untuk memperoleh dan mensintesakan pendapat-pendapat para ahli atau pakar dibidangnya. Peramalan pendapat yang mengutamakan kekuatan intuitif atau perasaan, karena asumsi tentang daya kreasi seseorang dalam membuat peramalan digunakan sebagai pembenar pernyataan mengenai masa depan.
Peramalan jenis ini sering digunakan dalam pemerintahan dan industri, terutama sesuai untuk jenis-jenis masalah yang  rumit. Karena salah satu sifat dari masalah yang rumit adalah bahwa alternatif kebijakan dan konsekuensinya tidak dapat diketahui maka dalam kondisi seperti itu tidak ada teori atau data empirisyang relevan untuk membuat ramalan. Dalam hal ini teknik peramalan pendapat menjadi sangat bermanfaat dan bahkan sangat perlu.
Logika dari peramalan intuitif pada dasarnya bersifat retroduktif karena analis memulai dengan dugaan tentang suatu keadaan. Misalnya, masa depan normatif seperti perdamaian dunia, dan kemudian berbalik ke data atau asumsi yang diperlukan untuk mendukung dugaan tersebut.

Dengan demikian, terdapat tiga jenis peramalan intuitif, yaitu:
a.       Teknik delphi yaitu prosedur peramalan pendapat untuk memperoleh, menukar dan membuat opini tentang peristiwa di masa depan.
Teknik ini dikembangkan pada tahun 1948 oleh Apolio di Delphi. Teknik delphi menekankan pada lima prinsip dasar, yaitu:
·      Anonimitas, yaitu semua pakar atau orang berpengetahuan memberikan tanggapan secara terpisah dan saling tidak mengenal diantara mereka.
·      Iterasi, yaitu penilaian setiap individu dihimpun dan dikomunikasikan kembali kepada semua pakar yang ikut terlibat dan memberikan komentar.
·      Tanggapan balik yang terkontrol, yaitu pengkomunikasian penilaian dilakukan dalam bentuk rangkuman jawaban terhadap kuesioner.
·      Jawaban statistik, yaitu rangkuman dari tanggapan setiap orang disampaikan dalam bentuk ukuran tendensi sentral, disperse, distribusi frekuensi, dan polygon frekuensi.
·      Konsensus pakar, yaitu untuk menciptakan kondisi konsensus diantara para pakar sebagai akhir yang penting.

Kebijakn Delphi (Delphi policy) adalah suatu tanggapan yang konstruktif terhadap keterbatasan Delphi konvensional dan merupakan usaha untuk menciptakan prosedur baru yang sesuai dengan rumitnya masalah-masalah kebijakan. Suatu kebijakan delphi dapat digambarkan sebagai serangkaian tahapan yang saling berkaitan, yaitu spesifikasi isu, menyeleksi advokat, membuat kuesioner, analisis hasil putaran pertama, pengembangan kuesioner selanjutnya, mengorganisasi pertemuan kelompok, dan menyiapkan laporan akhir.

b.      Analisis dampak silang, yaitu suatu teknik yang menghasilkan penilaian atas dasar informasi tentang probabilitas kejadian dari peristiwa masa depan dengan berbasis pada terjadi atau tidaknya peristiwa terkait.
Untuk itu analisis dampak silang memperhatikan tiga aspek dari suatu kaitan, yaitu arah kaitan (positif atau negatif), kekuatan kaitan (kuat atau lemah), dan jangka waktu kaitan (waktu kaitan peristiwa).

c.       Tafsiran fisibilitas, yaitu teknik peramalan pendapat untuk meramalkan perilaku  para pelaku kebijakan dalam setiap proses pembuatan kebijakan.
Teknik tafsiran fisibilitas memfokuskan pada beberapa aspek perilaku politik organisasional, yaitu posisi isu, sumber daya yang tersedia, dan ranking sumber daya relatif.

Berikut ini tabel tentang metode dan teknik dalam peramalan :

Pendekatan
Dasar / kegunaan
Teknik yang Memadai
Produk
Peramalan Ekstrapolasi

Ekstrapolasi kecenderungan
·      Analisis antar waktuklasik
·      Estimasi Tren linear
·      Pembobotan Eksponensial
·      Transformasi Data
·      Katastropi Metodologi
Proyeksi
Peramalan Teoritik

Teori
·      Pemetaan Teori
·      Model Kausal
·      Analisis Regresi
·      Estimasi Titik dan Interval
·      Analisis Korelasi
Prediksi
Peramalan
Penilaian

Penilaian
informatif

·      Delphi Konvensional
·      Delphi Kebijakan
·      Analisis Dampak Silang
·      Penilaian Fisibilitas
Perkiraan


2.7 Jenis-Jenis Masa Depan
Dalam upaya melakukan peramalan, maka perlu diketahui situasi masa depan. Teori kebijakan publik membedakan masa depan atas tiga jenis, yaitu:
1)      Masa Depan Potensial (Potential Future) atau Masa Depan Alternatif
Yaitu situasi sosial masa depan yang mungkin terjadi, yang berbeda dengan situasi sosial yang memang terjadi.Situasi masa depan tidak pernah pasti sampai benar-benar terjadi, dan karena ini merupakan kemungkinan bebas, maka “wilayah” potential futures sangat luas.
Contohnya, sebagai akibat dari penebangan hutan yang terus menerus, maka berbagai jenis masa depan mungkin dapat terjadi,misalnya bencana alam, kekurangan persediaan air, musnahnya satwa, dan global warming.

2)      Masa Depan yang Masuk Akal (Plausible Future)
Yaitu situasi masa depan yang atas dasar asumsi akan terjadi apabila pembuat kebijakan tidak melakukan intervensi. Situasi masa depan ini atas dasar asumsi tentang hubungan antar lingkungan dan masyarakat, dan ini diyakini akan berlangsung jika pembuat kebijakan tidak mengintervensi guna mengubah arah suatu peristiwa.
Contohnya, sebagai akibat dari adanya penebangan hutan yang terus menerus, maka berbagai jenis masa depan mungkin dapat terjadi,misalnya bencana alam, kekurangan persediaan air, musnahnya satwa, dan global warming. Dari contoh tersebut, yang dikatakan masa depan masuk akal, adalah bencana alam, kekurangan persediaan air, , musnahnya satwa, dan global warming sangat logis dapat terjadi apabila pemerintah tidak melakukan kontrol terhadap penebangan hutan. Dan sebaliknya, apabila pemerintah melakukan kontrol terhadap manajemen penebangan hutan, maka akan masuk akal juga dampak negatif dari penebangan hutan tersebut dapat diminimalkan atau dihindari.

3)      Masa Depan Normatif (Normative Future)
Yaitu masa depan yang seharusnya terjadi. Masa depan normatif ini merupakan masa depan yang potensial maupun masa depan yang masuk akal,yang konsisten dengan konsep analisa tentang kebutuhan, nilai dan kesempatan yang ada di masa depan. Salah satu aspek penting dari masa depan normatif adalah spesifikasi tujuan dan sasaran. Pada masa depan normatif ini perlu adanya analisa yang teliti terhadap perubahan yang terjadi dalam hasil akhir maupun cara-cara kebijakan di masa depan.
Menurut Dunn, dalam menentukan sebuah kebijakan ada baiknya antara tujuan (goal) dan sasaran (objevktives). Walaupun keduanya sama-sama berorientasi ke depan, dalam hal ini tujuan mengekspresikan maksud-maksud yang luas dan jarang diungkapkan dalam bentuk definisi operasional, sedangkan sasaran bersifat lebih spesifik dan mengungkapkan definisi operasional.
Contohnya, apabila lebar jalan raya diperluas, manajemen lalu lintas disempurnakan, dan pertumbuhan jumlah kendaraan dikontrol ketat, maka jumlah kecelakaan lalu lintas di masa depan akan berkurang.


Sumber :
1.      Luankali, Bernadus. 2007. Analisis Kebijakan Publik Dalam Proses Pengambilan Keputusan. Jakarta.
3.      http://dgchuank.blogspot.co.id/2013/06/analisis-kebijakan-dalam-praktik.html?m=1