1. Pengertian Analisis Kebijakan Pemerintahan
Analisa atau analisis,
adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (seperti karangan, perbuatan,
kejadian atau peristiwa) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab musabab
atau duduk perkaranya (Balai Pustaka, 1991).
Kebijakan adalah
rangkaian dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan
suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak (tentag organisasi, atau
pemerintah); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis
pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran tertentu. Contoh:
kebijakan kebudayaan, adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar
rencana atau aktifitas suatu negara untuk mengembangkan kebudayaan bangsanya.
Kebijakan Kependudukan, adalah konsep dan garis besar rencana suatu pemerintah
untuk mengatur atau mengawasi pertumbuhan penduduk dan dinamika penduduk dalam
negaranya (Balai Pustaka, 1991).
Kebijakan berbeda makna dengan Kebijaksanaan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Balai Pustaka, 1991), kebijaksanaan adalah kepandaian seseorang
menggunakan akal budinya (berdasar pengalaman dan pangetahuannya); atau
kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan.
Analisis
Kebijakan Pemerintahan, adalah penggunaan berbagai metode penelitian dan
argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan
kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik dalam rangka memecahkan
masalah kebijakan (Dunn, 1988).
Analisis
kebijakan, dalam pengertiannya yang luas, melibatkan hasil pengetahuan tentang
dan di dalam proses kebijakan. Secara historis, tujuan analisis kebijakan
adalah menyediakan informasi bagi pembuat kebijakan untuk dijadikan bahan
pertimbangan yang nalar guna menemukan pemecahan masalah kebijakan.
Analisis
kebijakan (policy analysis) dapat dibedakan dengan pembuatan atau pengembangan
kebijakan (policy development). Analisis kebijakan tidak mencakup pembuatan
proposal perumusan kebijakan yang akan datang. Analisis kebijakan lebih
menekankan pada penelaahan kebijakn yang sudah ada. Sementara itu, pengembangan
kebijakan lebih difokuskan pada proses pembuatan proposal perumusan kebijakan
yang baru.
Namun demikian,
baik analisis kebijakan maupun pengembangan kebijakan keduanya memfokuskan pada
konsekuensi-konsekuensi kebijakan. Analisis kebijakan mengkaji kebijakan yang
telah berjalan, sedangkan pengembangan kebijakan memberikan petunjuk bagi
pembuatan atau perumusan kebijakan yang baru.
2. Tujuan Analisis Kebijakan Pemerintahan
Secara umum tujuan
analisis kebijakan negara adalah menyediakan informasi untuk para pengambilan
kebijakan yang digunakan sebagai pedoman pemecahan masalah kebijakan secara
praktis. Tujuan analisa kebijakan juga meliputi evaluasi kebijakan dan anjuran
kebijakan (Dunn, 1988).
Selaras tujuan di atas, dapat disimpulkan analisis kebijakan tidak hanya
sekedar menghasilkan fakta, tetapi juga menghasilkan informasi mengengai nilai
dan arah tindakan yang lebih baik.
Analisis
kebijakan mengambil dari berbagai disiplin yang tujuannya bersifat deskriptif,
evaluatif, dan normatif. Analisis kebijakan diharapkan untuk menghasilkan dan
mentransformasikan informasi tentang nilai-nilai, fakta-fakta, dan
tindakan-tindakan. Ketiga macam tipe informasi itu dihubungka dengan tiga
pendekatan analisis kebijakan, yaitu empiris, valuatif, dan normatif.
Lima
tipe informasi yang dihasilkan oleh analisis kebijakan adalah: masalah
kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja
kebijakan. Kelima tipe informasi tersebut diperoleh melalui lima prosedur
analisis kebijakan: perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan, dan
evaluasi.
3. Bentuk Analisis Kebijakan Pemerintahan
Analisis kebijakan
terdiri dari beberapa bentuk, yang dapat dipilih dan digunakan. Pilihan bentuk
analisis yang tepat, menghendaki pemahaman masalah secara mendalam, sebab
kondisi masalah yang cenderung menentukan bentuk analisis yang digunakan.
Berdasarkan pendapat
para ahli (Dunn, 1988; Moekijat, 1995; Wahab, 1991) dapat diuraikan beberapa
bentuk analisis kebijakan yang lazim digunakan.
1).
Analisis Kebijakan Prospektif. Bentuk analisis ini berupa penciptaan dan
pemindahan informasi sebelum tindakan kebijakan ditentukan dan dilaksanakan.
Menurut Wiliam (1971), ciri analisis ini adalah: (1) mengabungkan informasi
dari berbagai alternatif yang tersedia, yang dapat dipilih dan dibandingkan;
(2) diramalkan secara kuantitatif dan kualitatif untuk pedoman pembuatan
keputusan kebijakan; dan (3) secara konseptual tidak termasuk pengumpulan
informasi.
(2).
Analisis Kebijakan restropektif (AKR). Bentuk analisis ini selaras dengan
deskripsi penelitian, dengan tujuannya adalah penciptaan dan pemindahan
informasi setelah tindakan kebijakan diambil. Beberapa analisis kebijakan
restropektif, adalah:
a).
Analisis berorientasi Disiplin, lebih terfokus pada pengembangan dan pengujian
teori dasar dalam disiplin keilmuan, dan menjelaskan sebab akibat kebijakan.
Contoh: Upaya pencarian teori dan konsep kebutuhan serta kepuasan tenaga
kesehatan di Indonesia, dapat memberi kontribusi pada pengembangan manajemen
SDM original berciri Indonesia (kultural). Orientasi pada tujuan dan sasaran
kebijakan tidak terlalu dominan. Dengan demikian, jika ditetapkan untuk dasar
kebijakan memerlukan kajian tambahan agar lebih operasional.
b).
Analisi berientasi masalah, menitikberatkan pada aspek hubungan sebab akibat
dari kebijakan, bersifat terapan, namun masih bersifat umum. Contoh: Pendidikan
dapat meningkatkan cakupan layanan kesehatan. Orientasi tujuan bersifat umum,
namun dapat memberi variabel kebijakan yang mungkin dapat dimanipulasikan untuk
mencapai tujuan dan sasaran khusus, seperti meningkatnya kualitas kesehatan
gigi anak sekolah melalui peningkatan program UKS oleh puskesmas.
c).
Analisis beriorientasi penerapan, menjelaskan hubungan kausalitas, lebih tajam
untuk mengidentifikasi tujuan dan sasaran dari kebijakan dan para pelakunya.
Informasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil kebijakan
khusus, merumuskan masalah kebijakan, membangun alternatif kebijakan yang baru,
dan mengarah pada pemecahan masalah praktis. Contoh: analis dapat
memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
pelayanan KIA di Puskesmas. Informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai
dasar pemecahan masalah kebijakan KIA di puskesmas.
3).
Analisis Kebijakan Terpadu. Bentuk analisis ini bersifat konprehensif dan
kontinyu, menghasilkan dan memindahkan informasi gabungan baik sebelum maupun
sesudah tindakan kebijakan dilakukan. Menggabungkan bentuk prospektif dan
restropektif, serta secara ajeg menghasilkan informasi dari waktu ke waktu dan
bersifat multidispliner.
Bentuk analisis kebijakan di atas,
menghasilkan jenis keputusan yang relatif berbeda yang, bila ditinjau dari
pendekatan teori keputusan (teori keputusan deksriptif dan normatif), yang
dapat diuraikan sebagai berikut:
1).
Teori Keputusan Deskrifif, bagian dari analisis retrospektif, mendeskripsikan
tindakan dengan fokus menjelaskan hubungan kausal tindakan kebijakan, setelah
kebijakan terjadi. Tujuan utama keputusan adalah memahami problem kebijakan,
diarahkan pada pemecahan masalah, namun kurang pada usaha pemecahan masalah.
2). Teori
Keputusan Normatif, memberi dasar untuk memperbaiki akibat tindakan, menjadi
bagian dari metode prospektif (peramalan atau rekomendasi), lebih ditujukan
pada usaha pemecahan masalah yang bersifat praktis dan langsung.
4. Pendekatan Analisis
Kebijakan
Upaya untuk menghasilkan
informasi dan argumen, analisis kebijakan dapat menggunakan
beberapa pendekatan, yaitu: pendekatan Empiris, Evaluatif, dan Normatif (Dunn,
1988).
1). Pendekatan Empiris, memusatkan perhatian pada masalah pokok,
yaitu apakah sesuatu itu ada (menyangkut fakta). Pendekatan ini lebih menekankan
penjelasan sebab akibat dari kebijakan publik. Contoh, Analisis dapat
menjelaskan atau meramalkan pembelanjaan negara untuk kesehatan, pendidikan,
transportasi. Jenis informasi yang dihasilkan adalah Penandaan.
2). Pendekatan evaluatif, memusatkan perhatian pada masalah pokok,
yaitu berkaitan dengan penentuan harga atau nilai (beberapa nilai sesuatu) dari
beberapa kebijakan. Jenis informasi yang dihasilkan bersifat Evaluatif. Contoh:
setelah menerima informasi berbagai macam kebijakan KIA - KB, analis dapat
mengevaluasi bermacam cara untuk mendistribusikan biaya, alat, atau obat-obatan
menurut etika dan konsekuensinya.
3). Pendekatan normatif, memusatkan perhatian pada masalah pokok,
yaitu Tindakan apa yang semestinya di lakukan. Pengusulan arah tindakan yang
dapat memecahkan masalah problem kebijakan, merupakan inti pendekatan normatif.
Jenis informasi bersifat anjuran atau rekomendasi. Contoh: peningkatan
pembayaran pasien puskesmas (dari Rp.300 menjadi Rp.1000) merupakan jawaban
untuk mengatasi rendahnya kualitas pelayanan di puskesmas. Peningkatan ini
cenderung tidak memberatkan masyarakat.
Ketiga pendekatan di
atas menghendaki suatu kegiatan penelitian dan dapat memanfaatkan berbagai
pendekatan lintas disiplin ilmu yang relevan. Adapun model panelitian yang
lazim digunakan adalah penelitian operasional, terapan atau praktis.
Pembuatan informasi
yang selaras kebijakan (baik yang bersifat penandaan, evaluatif, dan anjuran)
harus dihasilkan dari penggunaan prosedur analisis yang jelas (metode penelitian).
Menurut Dunn (1988), dalam Analisis Kebijakan, metode analisis umum yang dapat
digunakan, antara lain:
1). Metode peliputan (deskripsi), memungkinkan analis menghasilkan
informasi mengenai sebab akibat kebijakan di masa lalu.
2). Metode peramalan (prediksi), memungkinkan analis menghasilkan
informasi mengenai akibat kebijakan di masa depan.
3). Metode evaluasi, pembuatan informasi mengenai nilai atau harga
di masa lalu dan masa datang.
4).
Metode rekomendasi (Preskripsi), memungkinkan analis menghasilkan informasi
mengenai kemungkinan arah tindakan dimasa datang akan menimbulkan akibat yang
bernilai.
5. Aktor, Institusi dan Instrumen
dalam Kebijakan Pemerintahan
Setiap kebijakan tidak lepas dari
peran berbagai aktor, Aktor dalam kebijakan dapat berarti individu-individu
atau kelompok-kelompok, dimana para pelaku ini terlibat dalam kondisi tertentu
sebagai suatu subsistem kebijakan. Menurut Howlet dan Ramesh,
aktor-aktor dalam kebijakan terdiri atas lima kategori, yaitu sebagai berikut:
1) Aparatur yang dipilih (elected official) yaitu berupa eksekutif dan
legislative; 2) Aparatur yang ditunjuk (appointed official), sebagai
asisten birokrat, biasanya menjadi kunci dasar dan sentral figure dalam proses
kebijakan atau subsistem kebijakan; 3) Kelompok-kelompok kepentingan (interest
group), Pemerintah dan politikus seringkali membutuhkan informasi yang
disajikan oleh kelompok-kelompok kepentingan guna efektifitas pembuatan
kebijakan atau untuk menyerang oposisi mereka; 4) Organisasi-organisasi
penelitian (research organization), berupa Universitas, kelompok ahli
atau konsultan kebijakan; 5) Media massa (mass media), sebagai jaringan
hubungan yang krusial diantara Negara dan masyarakat sebagai media sosialisasi
dan komunikasi melaporkan permasalahan yang dikombinasikan antara peran
reporter dengan peran analis aktiv sebagai advokasi solusi.
Lebih lanjut Howlet dan Ramesh
menjelaskan bahwa eksekutif atau kabinet kebanyakan merupakan pemain kunci
dalam subsistem implementasi kebijakan, dimana tugas pokoknya adalah memimpin
Negara, disamping itu ada aktor lain yang terlibat dan bekerja sama dengan
eksekutif dalam membuat suatu kebijakan yaitu legislatif. Selain mengadakan
fungsi tersebut, legislatif juga mengontrol kebijakan pemerintah, memberikan
masukan terhadap kebijakan yang dibuat sebagai wadah untuk hak bertanya
terhadap suatu permasalahan dan mendiskusikannya dengan pemerintah; juga
mengadakan perubahan atas suatu kebijakan. Namun fungsi ini terkadang tidak
optimal sebagai akibat dominannya fungsi yang dimainkan oleh eksekutif.
Dalam system politik modern,
memungkinkan kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan untuk berperan dalam
proses penentu kebijakan, komponen penting dalam kelompok ini adalah
pengetahuan, khususnya mengenai informasi, kelompok kepentingan seringkali mengetahui
hampir semua hal ada diwilayahnya. Dalam hal ini, para politis dan birokrasi
membutuhkan informasi guna melengkapi informasi yang dinilai masih kurang dalam
pembuatan kebijakan atau untuk keperluan menyerang lawan politik.
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam
setiap kebijakan yang dirumuskan tidak lepas dari kepentingan para aktor yang
ingin mendapat keuntungan dengan menumpang pada setiap kebijakan yang dibuat.
Menumpangnya para aktor ini dalam setiap kebijakan akan menyebabkan sulitnya
dalam mengimplementasikan kebijakan yang ingin dijalankan. Dengan berpangkal
tolak pada refleksi seperti itu, sebagaimana yang diungkapkan oleh Crehan dan
Oppen bahwa proses kebijakan sebaiknya dipahami sebagai sebuah peristiwa social
(social event) dan arena perjuangan (an arena of struggle),
tempat dimana para partisipan (aktor atau kelompok) yang berbeda pandangan dan
latar belakang lapisan sosialnya berkompetisi untuk memenangkan kepentingannya
masing-masing.
DAFTAR
PUSTAKA
Dunn WN, Analisa
Kebijaksanaan Publik, Penerbit PT. Hanindita, Yogyakarta, 1988.
Islamy MI, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara,
Penerbit Bina Aksara, Jakarta, 1988.
Moekijat,
Analisis Kebijaksanaan Publik, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung, 1995.
Siagian SP, Analisis Serta Perumusan Kebijaksanaan Dan Strategi
Organisasi, Penerbit PT. Gunung Agung, Jakarta, 1985.
Wahab SA, Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke
Impelementasi Kebijaksanaan Negara; Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 1991.
Wibawa S, Purbokusumo Y, Pramusinto A, Evaluasi
Kebijakan Publik, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 1994.
0 Response to "Analisis Kebijakan Pemerintahan "
Post a Comment