Disini
diuraikan dua hal, pertama kegunaan pengetahuan filsafat dan kedua cara
filsafat menyelesaikan masalah.
1. Keguanaan
Pengetahuan Filsafat
Apa
guna pengetaahuan filasfat? Atau, apa kegunan filsafat? Tidak setiap orang
perlu mengetahui filsafat. Tetapi orang
yang merasa perlu berpartisipasi dalam
membangun dunia perlu mengetahui filsafat. Mengapa? Karena dunia dibangun oleh
dua kekuatan : agama dan filsafat.
Untuk
mengetahui keguanaan filsafat, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat
sebagai tiga hal, pertama filsafat
sebagai kumpulan teori filsafat, kedua filsafat
sebagai metode pemecahan masalah, ketiga
filsafat sebagai pandangan hidup (philosophy
of life)
Mengetahui
teori-teori filsafat amat perlu karena
dunia dibentuk oleh teori-teori itu. Jika Anda tidak senang pada Komunisme maka
Anda harus mengetahui Marxisme, karena teori filsafat untuk Komunisme itu ada
dalam Marxisme. Jika Anda menyenangi ajaran Syi’ah Dua Belas di Iran, maka Anda
hendaknya mengetahui filsaft Mulla Shadra. Begitulah kira-kira.
Dan
jika Anda hendak membentuk dunia, baik dunia besar maupun dunia kecil (diri
sendiri), maka Anda tidak dapat meneglak dari pengguanaan teori filsafat. Jadi,
menegtahu teori-teori filsafat amatlah perlu. Filsafat sebagai teori filsafat
juga perlu dipelajari oleh orang yang akan menjadi pengajar
dalam bidang filsafat.
Yang
amat penting juga ialah filsafat sebagai methodology,
yaitu cara memecahkan masalah yang dihadapi. Disini filsafat digunkan sebagai
satu cara atu model pemecahan msalah secara mendalam dan universal. Filsafat
selalu mencari sebab terakhir dan dari sudut pandang seluas-luasnya.
Filsafat
sebagai pandangan hidup tentu perlu juga diketahui. Mengapa –misalnya- salah
seorang Presiden Amerika (Bill Clinton, 1998), telah mengakui berzina, dan
masyarakatnya tetap banyak yang memberikan dukungan? Mungkinkah hal seperti itu
untuk Indonesia? Presiden Indonesia yang mengaku berzina pasti akan dicopot
oleh masyarkat Indnesia. Mengapa berbeda? Karena msyarakat Indonesia berbeda
pandangan hidupnya dengan masyarakat Amerika.
Filsafat
sebagai philosophy of life sama
dengan agama, dalam hal sama mempengaruhi sikap dan tindakan penganutnya. Bila
agama dari Tuhan atau dari langit, maka filsafat (sebagai pandangan hidup)
berasal dari pikiran manusia.
ΓΌ Kegunaan Filsafat bagi Akidah?
Akidah adalah bagian dari ajaran
Islam yang mengatur cara berkeyakinan. Pusatnya ialah keyakinan kepada Tuhan.
Posisinya dalam keseluruhan ajaran Islam sangat penting, merupakan fondasi ajaran
Islam secara keseluruhan, di atas akidah itulah keseluruhan ajaran iIslam
berdiri dan didirikan. Keternagan seperti ini berlaku juga bagi agama lain
selain Islam.
Karena kedudukan akidah seperti
itu, maka akidah seseorang muslim haruslah kuat, dengan kuat akidah akan kuat
pula keislamannya secara keseluruhan. Untuk memperkuat akidah perlu dilakukan
sekurang-kurangnya dua hal, pertama,
mengamalkan keseluruahan ajaran Islam secara sungguh-sungguh, kedua,mempertajam pengertian ajaran
Islam itu. Jadi, akidah dapat diperkuat dengan pengalaman dan pemahaman (ajaran
Islam). Dapatkah filsafat memperkuapemahaman kita tentang Tuhan?
Thomas Aquinas (1225-1274) berusaha
menyusun argumen logis untuk membuktikan adanya Tuhan. Dalam bukunya Summa Theologia ia berhasil menyusun lima
argumen tentang adanya Tuhan.
Pertama, argument
gerak. Alam ini selalu bergerak. Gerak itu tidak mungkin berasal dari alam itu
sendiri, gerak itu menunjukkan adanya Penggerak. Tuhan adalah Penggerak
Pertama.
Kedua, argumen
kausalitas. Tidak ada sesuatu yang mempunyai penyebab pada dirinya sendiri,
sebab itu harus di luar dirinya. Dalam kenyataannya ada rangkaian penyebab.
Penyebab Pertama adalah Tuhan yang tidak memerlukan penyebab lain.
Ketiga, argument
kemungkinan. Adanya alam ini bersifat mungkin: mungkin ada dan mungkin tidak
ada. Kesimpual diperoleh dari kenyataan ala mini dimulai dari tidak ada, lalu
mucul atau ada kemudian berkembang akhirnya rusak dan hilang atau tidak ada.
Kenyataan ini menyimpulkan bahwa alam ini tidak mungkin selalu ada. Dalam diri
alam itu ada dua kemungkinan atau ada dua potensi, yaitu ada dan tidak ada,
tetapi dua kemungkinan itu tidak akan muncul bersamaan pada waktu yang sama.
Mula-mula ala mini tidak ada, lalu ada. Diperlukan Yang Ada untuk mengubah alam
dari tiada menjadi ada, sebab tidak mungkin muncul sesuatu yang dari tiada ke
ada secara otomatis. Jadi, Ada Pertama itu harus ada. Akan tetapi Ada Pertama
yang harus ada itu dari mana? Kembali lagi kita menghadapi rangkaian penyebab
(tasalsul). Kita harus berhenti pada Ada Pertama yaitu Harus Ada.
Keempat, argument
tingkatan. Isi alam ini ternyata bertingkat-tingkat (levels). Ada yang
dihormati , lebih dihoramati, terhormat. Ada indah, lebih indah, sanagat indah
dan seterusnya. Tingkat tertinggi menjadi penyebab tingkat dibawahnya. Api yang
mempunyai panas yang tinggi menjadi penyebab panas yang rendah di bawahnya,
panas yang rendah menjadi penyebab panas yang kuku di bawahnya, begitu
seterusnya. Yang Maha Sempurna adalah penyebab yang sempurna, yang sempurna adalah
penyebab yang kurang sempurna. Yanag atas menjadi penyebab yang bawah. Tuhan
adalah Yang Tertinggi, Ia Penyebab yang di bawah-Nya.
Kelima, argument
teologis. Ini adala argument tujuan. Alam ini bergerak menuju sesuatu, padahal
mereka tidak tahu tujuan itu. Ada sesuatu Yang Mengatur alam menuju tujuan
alam. Itu adalah Tuhan (lihat Ahmad Tafsir, Filsafat
Umum, 1997: 86-88).
Argumen yang
dikemukakkan Thomas Aquinas itu sebenarnya tidak akan membawa kita memahami
Tuhan secara sempurna. Argumen-argumen itu memiliki kelemahan. Karena itu Kant menyatakan
bahwa Tuhan tidak dapat dipahami melalu akal (ia menyebutnya akal teoritis) Tuhan
dapat dipahami melalui suara hati yang
disebut moral. Adanya Tuhan itu bersifat harus, hati saya –kata Kant- yang
menyatakan Tuhan harus ada. Kant mengatakan bahwa adanya Tuhan bersifat imperative.
Sipa yang memerintah? Ya, suara hati atau moral itu.
Menurut Kant indera dan
akal itu terbatas kemampuannya. Indera dan akal (maksudnya : rasio) hanya mampu
memasuki daerah fenomena, bila indera masuk ke daerah noumena ia kan tersesat
dalam paralogism. Daerah noumena itu hanya mungkin diarungi oleh akal praktis,
demikian kata Kant (lihat Ahmad Tafsir, 1997 : 159). Akal praktis adalah moral
atau suara hati
Menurut Kant
akal teoritis (akal rasional) tidak melarang kita mempercayai Tuhan, kesadaran
moral (suara hati) kita memerintahkan untuk mempercayai-Nya. Rousseau benar
ketika ia mengatakan bahwa di atas akal rasional di kepala ada perasaan hati;
Pascal benar tatkala ia menyataka bahwa hati mempunyai akal miliknya sendiri
yang tidak perbah dapat dipahami oleh akal rasional (Will Durant, The Story of
Philosophy, 1959 : 278).
Argumen-argumen akliah
tentang adanya Tuhan, juga tentang yang ghaib lainnya, yaitu objek-objek
metarasional, tidak dapat dipegang kebenarannya; bila akal (rasio) masuk ke
daerah ini ia akan tersesat ke dalam paralogisme. Inilah pendirian Kant. Argumen
akiliah tentang ini lemah. Kant mengemukakkan contoh argument yang sring
dikemukakkan theolog rasionalis untuk membuktikan adnya Tuhan, yaitu argument pengaturan
alam semesta.
Di dalam argument ini
dikatakan bahwa alam ini teratur, yang mengatur adalah Maha Pengatur, yaitu
Tuhan. Alam teratur memang, kata Kant. Banyak isi alam ini yang begitu teratur
yang dapat membawa kita kepada kesimpulan adanya Tuhan yang mengaturnya. Akan tetapi,
kata Kant, kita juga menyaksikan bahwa ala mini mengandung juga banyak
ketidakteraturan, kekacauan, bahkan menyebabkan kesulitan dan kematian. Jadi,
terdapat perlawan. Inilah salah satu contoh paralogisme itu. Kant mengakui
bahwa keteraturan itu memang ada bila alam itu dilihat secara keseluruhan, akan
tetapi itupun tidak kuat untuk dijadika bukti adanya Sang Pengatur. Tuhan tidak
dapat dibuktikan adanya dengan akal teoritis (maksudnya rasio). Inilah thesis
utama Kant dalam hal ini (lihat lebih jauh Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, 1997 :
162).
Agaknya kta dapat
menyimpulkan bahwa filsafat (dalam hal ini akal logis) dapat berguna untuk
memperkuat keimanan, ini menurut sebagian filosof, seperti Thomas Aquinas;
tetapi menurut filosof lain, seperti Kant, bukti-bukti akliah (dalam arti
rasio) tentang adanya Tuhan sebenarnya lemah, bukti yang kuat adalah suara
hati. Suara hati itu memerintah , bhakan rasio pun tidak mampu melawannya
1) Kegunaan
Filsafat Bagi Hukum
Istilah hukum islami sering rancu. Kadang – kadang
diartikan syari’ah, kadang – kadang fikih (fiqh).
Yang dimaksud disini ialah fikih.
Fikih secara bahasa berarti mengetahui. Al-Qur’an
menggunakan kata al-fiqh dalam
pengertian memahami atau paham. Al-fiqh tidak
hanya berarti paham tentang hukum tetapi paham dalam arti umum. Faqiha artinya paham, mengerti, tahu.
Dalam perkembangan terakhir fikih dipahami oleh
kalangan pakar ushul al-fiqh sebagai
hukum praktis hasil ijtihad. Al-fiqh dipahami
sebagai kumpulan hukum islami yang mencakup semua aspek syar’iy baik yang tertuang secara tekstual maupun hasil penalaran
terhadap sesuatu teks.
Aturan dan ketentuan hukum fikih mencakup tiga unsur
pokok.
Pertama, perintah seperti shalat,
zakat, puasa, dan sebagainya.
Kedua, larangan, seperti
larangan musyrik, zina dan sebagainya.
Ketiga, petunjuk, seperti cara
shalat, cara puasa, dan sebagainya.
Keseluruhan unsur pokok tadi bila dilihat sudut
sifatnya, dibagi dua :
Pertama, bersifat tetap, tidak
terpengaruh oleh kondisi tertentu, seperti sebagian aqidah dan seluruh ibadah mahdhah;
dalam hal ini ijtihad tidak berlaku padanya. Kedua, yang bersifat dapat berubah sesuai dengan kondisi tertentu,
inilah bidang ijtihad.
Tujuan utama hukum islam atau fikih ialah untuk
menciptakan kemaslahatan hidup manusia, yang dimaksud kemaslahatan ialah
kebaikan. Pembentukan fikih sejalan dengan tuntutan kemaslahatan manusia.
Untuk menjamin kemaslahatan itu, ditetapkanlah beberapa
asas hukum islami :
·
‘Adam al – haraj, artinya tidak sulit
dalam melaksanakannya (QS. 7: 157)
·
Al – Takhlif, artinya ringan serta
mampu dilaksanakan (QS. 2: 286; 4: 28)
·
Al – Taysir, mudah sesuai kemampuan
(QS. 2: 185; 22: 78)
Itu berarti,
hukum islami dibentuk atas dasar prinsip menghilangkan kesempitan, karena
kesempitan itu menyebabkan kesulitan. Prinsip lain yang mendasari hukum islami
adalah daf’ al – dlarar, menghilangkan
bahaya (QS. 2: 25, 195; 4: 12; 2: 231). Prinsip lain lagi ialah al – ta’assuf fi isti’mal al – haqq yakni
boleh melakukan sesuatu asal tidak membahayakan yang lain (QS. 2: 223; 65: 6;
7: 31; 5: 87). Maka dari sinilah lahir kaidah ushul al – fiqh yang berbunyi “ menolak bahaya didahulukan daripada
mengambil maslahat “.
Fikih (dalam
arti kumpulan hukum) itu dibuat berdasarkan kaidah – kaidah hukum (yang
berfungsi sebagai teori) yang digunakan dalam menetapkan hukum tersebut.
Kaidah – kaidah pembuatan hukum (ushul al – fiqh) itu dibuat berdasarkan teori – teori
filsafat. Karena itu, manthiq (mantik,
logika) amat penting bagi ulama ushul al
– fiqh.
Kesimpulannya,
filsafat, khususnya filsafat sebagai metodologi, berguna bagi pengembangan
hukum dalam hal ini hukum islami.
2) Kegunaan
Filsafat Bagi Bahasa
Bahasa berfungsi sebagai alat untuk mengekspresikan
perasaan dan pikiran. Terlihat adanya hubungan yang erat antara bahasa
dan pikiran.
Aristoteles, sebagaimana dikutip Hamad (1985: 32)
menggambarkan hubungan antara bahasa dan pemikiran (logika) sebagai hubungan
antara hitungan dan angka, hubungan itu adalah hubungan interdependen (saling
ketergantungan).
Salah satu masalah yang sering dihadapi bahasa
adalah dalam pemeliharaannya. Bahasa seringkali dirusak oleh orang awam dan
menggunakan bahasa itu tanpa mengikuti kaidah yang benar. Kerusakan bahasa itu
biasanya disebabkan oleh tidak digunakannya kaidah logika. Jika kita melihat
lagi definisi awal filsafat, Logika
adalah Filsafat.
Filosof adalah “prototype”
orang bijaksana. Orang bijaksana tentu harus menggunakan bahasa secara baik dan
benar. Bahasa yang benar itu akan mampu mewakili konsep logis yang
dibawakannya. Karena itu, pada logika-lah kita menemukan kaitan erat antara
bahasa dan filsafat.
Peran logika dalam bahasa adalah memperbaiki bahasa
itu sendiri. Logika dapat mengetahui letak kesalahan bahasa.
Ibrahim Madkur sebagaimana dikutip oleh Ibrahim
Samirra’i (Fiqh al – Lugah al – Muqarran,
tt: 18) yang mengatakan bahwa kaidah bahasa – khususnya bahasa Arab,
tepatnya Nahwu atau Grammar-nya
bahasa Arab - telah dipengaruhi oleh
Logika Aristoteles dalam beberapa hal. Pertama,
menggunakan kias atau analogi sebagai kaidah dalam Nahwu sebagaimana digunakan
dalam logika. Pembagian kata menurut Sibawayh menjadi ism, fi’l, hurf mungkin dipengaruhi oleh pembagian Aristoteles kata benda, kata kerja dan adat. Kedua, munculnya Nahwu Siryani pada sekolah Nashibayn pada abad ke
– 6 Masehi bersamaan dengan munculnya pakar Nahwu yang pertama.
Kekeliruan dalam berbahasa melahirkan kekeliruan
dalam berpikir. Seperti contoh : Ali mencintai kekasihnya, dan demikian pula
saya! Kalimat itu bisa berarti Ali mencintai kekasihnya, dan saya juga
mencintai kekasih Ali. Atau bisa juga berarti Ali mencintai kekasihnya, dan
saya mencintai kekasih saya.
Kesimpulannya ialah, filsafat sangat berperan dalam
menentukan kualitas bahasa. Tanpa peran serta filsafat (logika), kekeliruan
dalam bahasa tidak mungkin dapat diperbaiki.
1. Cara
Filsafat Menyelesaikan Masalah
Kegunaan filsafat yang lain ialah sebagai methodology. Maksudnya sebagai metode dalam
menghadapi dan menyelesaikan masalah bahkan sebagai metode dalam memandang
dunia (world view). Masalah artinya
kesulitan.
Filsafat
menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal. Penyelesaian filsafat
bersifat mendalam, artinya ia ingin mencari asal masalah. Universal, artinya
filsafat ingin masalah itu dilihat dalam hubungan seluas – luasnya agar
nantinya penyelesaian itu cepat dan berakibat seluas mungkin.
0 Response to "Aksiologi Pengetahuan Filsafat"
Post a Comment