Antara Cinta dan Ketulusan




Pagi ini mentari bersinar hangat, ditambah dengan kicauan burung-burung yang seakan menyuruhku segera terbangun. Hmm.. indahnya pagi ini! Oh ya kenalin namaku Zahra Aulia. Usiaku baru 17 tahun. Aku sekolah di salah satu MAN di Jakarta.. Ehh udah dulu ya cuap-cuapnya, coz mau mandi! Ini kan hari Senin!!! Maklum takut jadi artis dadakan (itu tuh yang ngehormat tiang bendera sambil ditonton ratusan siswa). Hehehe..
Sesampainya di kelas,
"Ra,tadi malam dia sms aku lho!" kata Nayla sambil tersenyum.
"Siapa??" tanya Zahra penasaran.
"Itu lho, Ikhsan. Cowok paling ganteng di sekolahan! Cowok yang aku sukaaa!"
"Heh??" Zahra pun terdiam lalu bertanya "Trus gimana isi smsnya?"
"Emmm,, gak gimana-gimana sih, cuman nanya "Apa kabar? Bagaimana sekolahnya hari ini?" Eh pas aku bales, dia gak sms lagi!!" Nayla akhirnya cemberut.
....Jantung Zahra semakin berdetak cepat. Aneh!?...
"Zahra? Hey kenapa bengong? Hmm.. pasti kamu cemburu yaa?" goda Nayla.
"Ehh??! Eng... Enggak kok! Lagian Ikhsan kan teman aku waktu kecil!" Zahra terlihat gugup.
"Masa??"
"Beneran kok!! Ihhh..... Kok jadi kesitu sih ceritanya?!" Zahra menggerutu.
"Ishh.. jangan marah dong Ra! Maaf maaf, syukur deh kamu gak suka dia, kan aku jadi gak punya saingan. Hehehe" Nayla pun nyengir.
"Saingan? Nggak deh kayaknya, lagian menurutku kamu tuh cocok sama Ikhsan, Nay! Kamu cantik,baik,Ikhsan juga cakep,pinter, de el el deh pokoknya!"
"Wah beneran tuh? Tappii aku gak sepinter kamu Ra! Kata orang sih, Ikhsan hanya tertarik pada cewek yang intelektualnya tinggi. Sedang aku?"
"Ah itu sih kata orang, buktinya kamu semalam disms dia.. Lagian kan kamu gak bodoh-bodoh amat, hihihi!"
"Ih jadi gak nih mujinya? Kok sekarang malah ngeledek sih?" Nayla jadi tersinggung.
"Becanda Nay,, gitu aja kok marah?" celetuk Zahra sambil mencubit pipi Nayla. Nayla pun tersenyum kembali. Tapi kali ini, senyuman bidadarinya bak perisai pedang yang menghunus hati Zahra. Betapa tidak, kalau dia lihat Nayla, dia seakan-akan melihat Ikhsan. Hatinya hancur. Gawattt!! Apa yang terjadi pada Zahra?
***
"Selamat pagi anak-anak!" sapa bu Rina sambil menutup pintu kelas.
"Selamat pagggiiiiiiiiii buuuuuuuu..."(idih anak MAN yang satu ini emang suka malu-maluin,kayak anak PAUD aja, maaf pemirsa :p)
"Sekarang buka halaman 19 ya, hari ini kita akan bahas materi tentang Biosfer!
"Ah masa sih Ikhsan cowok paling ganteng di sekolahan?! Si glasses boy itu? Si fisikawan itu? Si pemalu itu? Huaaaaaa!! Kok bisa!?" pikiran Zahra penuh dengan bayang-bayang Ikhsan.
"Ra, Zahra???  Woy sadar dong! Jangan ngelamun terus!!" bisik Risa, teman sebangku Zahra.
"Hah? Apa? Apa?? Sorry nih lagi gak konsen, hehe" Zahra nyengir. Ia tidak menyadari bahwa dari tadi Risa terus memperhatikannya.
"Heuheu, tumben-tumbenan! Kerasukan jin apa sih Ra? Ngelamunnya sampe khusyu segala" sindir Risa.
"Hush, apaan sih!" bales Zahra.
"Hihihi!" Risa malah tertawa kecil.
Tak terasa sudah 2 jam berlalu, bel istirahat pun berbunyi. Semua murid berhamburan ke kantin sekolah termasuk Icha, teman Zahra yang jadi ketua fansclub jajanan ini-itu seantero Jakarta (haha, ada-ada aja!)
"Ra, ikut ga? Kita mau pada ke kantin nih?"
"Ah enggak, terima kasih. Aku masih kenyang usai sarapan tadi."
"Oh begitu?? Ya sudah, ok temen-temen, c.a.p.c.u.s!"
Lima menit kemudian Icha dkk pun kembali ke kelas.
"Bussseettt, makanan sebanyak ini? Gak salah? Itu perut apa karet?" sindir Vanya
"Idihh biarin, kok jadi ikutan ribet sih, terserah aku dong, wleeee... " jawab Icha.
Vanya hanya sedikit terkekeh, dia tidak bisa melawan apa yang Big Icha katakan. Ia pasrah. Takutnya nanti malah ia yang bakalan dimakan. Hahahha... :D
Tak lama kemudian..
"Assalamualaikum." Terdengar suara pak Ridwan memasuki kelas. Sontak Icha pun kaget dan langsung memasukan semua makanannya yang belum habis ke dalam kolong meja. Dia gak sempat minum saat itu, makanya dari tadi Icha kelihatan bercucuran keringat saking pedasnya. Gkgkgkgk...
"Sekarang harusnya sudah masuk, tapi belnya sedang diperbaiki. Jadi tadi gak sempat terdengar bel" kata pak Ridwan.
"Pantas!" Gumam Vanya sambil ketawa-ketiwi melihat tingkah laku Icha layaknya cacing kepanasan.
***
Pagi itu memang tidak biasa. Zahra baru pertama kali menerima surat dari seseorang. Tanpa berpikir terlalu lama, ia lalu membaca isi surat itu.
Dear Zahra,
Setiap kupandang wajahmu, bibirku terasa kelu.
Aku tak mampu berucap sepatah katapun.
Maaf.. Aku tak menemukan cara lain selain ini.
Aku memang pengecut!
Tapi yakinlah...
Suatu saat nanti,
Aku pasti datang padamu...

Betapa terkejutnya Zahra ketika ia melihat ke arah samping kanan bawah suratnya itu! Dan ternyata, disitu tertera nama Ikhsan. Yaaaaa!!!! Ikhsan!
"Jadi pengirimnya adalah Ikhsan?? Ya Tuhaaann, semoga ini hanyalah sebuah lelucon!" tanpa sadar, Zahra menampilkan ekspresi aneh di wajahnya dan segera memasukan surat beserta amplopnya itu kedalam tas. Berharap tidak ada seorang pun yang mengetahui keadaan Zahra dengan wajah anehnya saat itu (antara bengong, kaget, gak percaya, gelisah dll). Kebayang gak tuh mukanya jadi nano-nano banget?! Wkwkwk
Zahra yang tidak mengerti soal cinta, kemudian mencoba melakukan study banding kepada sepupunya yang punya pengalaman cintrong dalam masalah percintaan. Hahahaha. Mau gak mau sih! Daripada ia dibuat risih dengan kejadian ini! Apa boleh buat???
***
"Ini aneh, jangan-jangan Ikhsan jatuh cinta kali sama kamu?" Imel mulai menyimpulkan.
"Ah yang bener Mel? Masa sihh?" Zahra terus mengelak.
"Idihh ni anak dibilangin gak percaya mulu, nah sekarang aku tanya, kamu suka gak sama dia??"
Zahra menggeleng. Ia sama sekali bingung dengan perasaan yang sedang ia alami sekarang.
"Kalau begitu, apa yang harus kulakukan? Nayla kan juga suka sama Ikhsan. Apalagi dia kan lebih cantik" keluh Zahra.
"Iya juga sih. Tapi kamu kan gak kalah cantiknya kok sama Nayla. Kalau Nayla punya senyuman maut, kalau kamu punya hidung maut!!"
"Heh??"
"Eh salah, hidung mancung maksudnya, hehehe" sahut Imel.
"Emangnya apa yang bisa dibanggain dari hidung mancung?" Zahra penasaran.
"Yaaa salah satunya bisa jadi tempat serodotan para kutu! Wkwkwk." Imel pun tertawa.
"Ih ngaco, mana mungkin kutu berani nongol di rambut berkilauku ini?? Semuanya pada silau kaleee. . Haha :D Udahan ah becandanya gak seru nih!" ketus Zahra.
"Semua sih terserah kamu Ra, aku gak bisa berkomentar."
Zahra terlihat kecewa. Apa mau dikata! Dia tidak bisa menyimpulkan begitu saja, nanti takutnya malah keGR-an. Lagian ia tidak mau masalah ini sampai menghancurkan persahabatan antara dirinya dengan Nayla.
*** 
Well, akhir-akhir ini Zahra tidak terlalu menomorsatukan perasaannya terhadap Ikhsan, karena UN sudah di depan mata. Banyak rintangan yang harus ia tempuh selama tiga bulan terakhir. Dan berkat ketekunannyalah, ia akhirnya masuk lima besar nilai  UN tertinggi se-Jabodetabek. Untunglah, dari situ Zahra dapat beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya.
Ketika berusia 24 tahun, Zahra sudah berprofesi sebagai seorang hakim ketua. Baginya pekerjaan ini tidak dilakoni atas dasar gengsi, namun lebih bermakna dari itu. Pekerjaan ini merupakan sebuah amanat besar dari Tuhan yang harus ia pertanggung jawabkan nanti. ^^
Pagi itu, entah telah terjadi angin muson apa di Indonesia?! Banyak wartawan yang sedari tadi menunggu Zahra di depan rumahnya. Ketika Zahra membuka pintu, sontak mereka pun langsung tancap gas mengeluarkan jurus ‘Kepo-nya’ semendetail mungkin. Mereka bertanya tentang keberhasilan Zahra yang menjadi salah satu hakim yang dikenal jujur dan adil di masa kini.
"Bagaimana tanggapan Anda setelah terpilih menjadi tokoh panutan masyarakat?"
"Haduuuh?? Gak sadar ya kalau aku lagi buru-buru!" pikir batinnya.
"Alhamdulilah Allah SWT masih memberi saya rasa takut. Karena tanpa berpegang teguh pada ajaran-Nya, mungkin saya tidak akan seperti ini." jawab Zahra sambil tersenyum.
Busssssseeeettttt!!! Pertanyaannya banyak banget >,<
***
Jrrengggg... Mungkin selama seminggu ini wajah Zahra selalu menghiasi beberapa stasiun tv di Indonesia. Mereka berpikir Zahra adalah sosok pahlawan yang sudah sangat langka dan harus dilestarikan! (Emangnya Zahra itu hewan yang hampir punah apa?? :p) Selama seminggu kegiatan sehari-harinya bahkan sampai terexpose di layar kaca. Ribet juga sih harus berurusan dengan wartawan! Sampai-sampai Zahra dibuntutin segala pas mau belanja jengkol ke pasar (akhirnya aibnya terkuak juga hahaha :D). Maklum sih sudah hampir satu bulan dia gak jumpa dengan makanan yang satu ini. Kalau makan jengkol, Zahra jadi inget waktu makan-makan dengan teman-temannya dulu, coz menu yang satu ini selalu wajib dihidangkan. Hehehe. (“Hakim yang Doyan Jengkol” = “Pembunuhan Karakter”) Whahah XD
.............................
Hari ini Zahra libur. Tapi jam 07.09 sudah terdengar seseorang yang menekan bel rumahnya.
"Hah? Pagi-pagi gini? Pasti wartawan gila itu lagi" pikir Zahra.
Tapi, pas pintu terbuka........
"Surprise!! Selamat ulang tahun Zahra!" seorang pria mengucapkannya dengan menggunakan kostum Zorro.
"Ya ampun Reno, terima kasih banyak, aku bahkan lupa kalau hari ini ulang tahunku!" Zahra terharu.
"Aku belum menyuruhmu untuk menebak siapa aku Ra" jawab Reno sambil membuka topengnya.
"Hehehe, udah keliatan kok dari mata elangnya, hihihi" Zahra tersenyum riang. Memang, sudah setahun ini Zahra dekat dengan Reno, dia adalah asisten dosen waktu Zahra kuliah. Dia tahu semua kesenangan Zahra, termasuk tokoh Zorro yang Zahra kagumi sejak ia masih duduk di bangku SMP.
"Maaf ya, aku jarang main kerumahmu. Ngomong-ngomong gimana nih perasaannya setelah seminggu jadi artis? Hihihi." ledek Reno.
"Gapapa kok. Iya nih wartawannya pada gak ada kerjaan, masa gara-gara hal itu aku dibuntutin sampai seminggu! Malu-maluin tau gak?" ketus Zahra.
"Enggak kok.... Kamu tuh orangnya spesial lagi" Reno menjawabnya kalem.
Jlebbbb!!!!!
"Oh Tuhan jangan sampai pipiku memerah. Kumohon!!!!!!!" Zahra berdoa dalam hati.
"Ra, di hari ulang tahunmu ini sudah saatnya aku berterus terang. Aku mencintaimu Ra, dan aku ingin melamarmu hari ini juga." tegas Reno sambil menatapnya tajam.
Zahra hampir dibuatnya meleleh. Omigod! Tau gak? Butuh 7 tahun, 7 bulan, 77 hari untuk melupakan tatapannya itu! n_n
"Kamu gak salah? Secepat inikah?" Zahra bertanya dengan mimik muka yang sedikit gugup.
"Insyaallah, aku tidak akan salah" jelas Reno.
"Tapi kenapa?? Kenapa harus aku?" Zahra bingung.
"Sebab tanpamu, tak akan ada pernikahan bagiku."
Mendengar jawaban Reno barusan, Zahra langsung menjawabnya mantap.
"Iya! Aku bersedia." Zahra tersenyum bahagia.
"Thanks God!" Reno mengucap syukur sambil memakaikan cincin di jari manis Zahra.
***
Tapi dua hari kemudian Zahra bertemu seseorang yang tidak biasa ketika tengah berbelanja di sebuah mall. Tidak sengaja mereka saling bertatapan. Dia tersenyum dan masih mengenali Zahra. Dia terlihat elegant dengan jas berwarna biru tua. Perlahan langkahnya berjalan mendekati Zahra.
"Astagaaa! Ikhsan?!" Zahra kaget bukan kepalang. Tanpa pikir panjang, Ikhsan lalu mengajak Zahra makan di salah satu restoran yang ada di mall itu.
"Lama gak bertemu?" Ikhsan mulai menyapa.
"I. .ii. .iya. Selama ini kamu tiba-tiba menghilang." Zahra menghela nafas.
"Aku merasa bersalah padamu, waktu itu aku gak sempat pamit. Maafkan aku!" tutur Ikhsan.
"Ya, dari dulu aku juga sudah memaafkanmu. Tapi kamu pergi kemana?"
"Aku pergi kuliah ke negeri Jiran. Waktu itu orangtuaku langsung membelikanku tiket pesawat dan hari itu juga aku harus segera pergi. Aku tak punya banyak waktu untuk menemui semua orang, termasuk kau."
"Tidak apa-apa, aku ngerti kok. Tetapi hatiku ini sempat dibuat sedih karenanya....." Zahra menjawabnya lugu.
Kali ini Ikhsan tidak ingin membuat Zahra bersedih. Ia langsung memutar pembicaraannya.
"Kamu hebat! Seminggu terakhir wajah jelekmu muncul di tv. Kamu berhasil menyaingi Norman Kamaru walau kamu gak joged Chaiya-Chaiya. Hihihi!" Ikhsan tersenyum lepas.
"What? Enggak kok! Wartawannya aja yang gak ada kerjaan." Zahra sedikit malu.
Kami pun mulai tertawa. Yaaaa!!!!! Zahra tertawa karena Ikhsan. Itulah yang dia suka dari si glasses boy yang doyan mata pelajaran fisika. Astagaaa! Perasaan itu mulai muncul lagi di hatinya.
Sejenak suasana pun menjadi hening. Tiba-tiba Ikhsan menatap Zahra serius.
"Kamu masih ingat suratku dulu?" tanya Ikhsan.
Zahra berpikir sejenak. "Oh ya, tentu."
"Sekarang aku ingin menepati janjiku."
"Janji apa??" Zahra terlihat bengong.
"Janji bahwa suatu saat aku akan datang padamu dan mengutarakan perasaan ini!"
Deg!! Hati kecil Zahra menjadi takut.
"Aku mencintaimu sejak dulu Ra."
Ya Tuhan! Ternyata prediksi sepupuku, Imel benar adanya.
"Ta... tapi?"
"Tapi kenapa?"
"Kamu lihat ini apa?" Zahra pun menunjukan cincinnya.
"Aku tahu dan aku cukup mengerti. Tapi apalah artinya sebuah cincin bila itu hanya akan mengekang perasaanmu dan membuat kamu menjadi seorang pembohong?"
Deg!!!!!!!!!!!!!! Seketika itu juga lidah Zahra jadi membeku.
"Tak apa. Aku tunggu jawabanmu sampai besok." Ikhsan tersenyum simpul.
***
Setelah sampai di rumah, Zahra berdoa dan menangis sejadi-jadinya. Pikirannya kalut! Baginya masalah ini lebih berat dibandingkan urusannya menjadi seorang hakim. Ia memang lebih mencintai Ikhsan ketimbang Reno. Bahkan rasa ini semakin menjadi ketika ia bertemu kembali dengan Ikhsan. Hatinya berontak. Zahra kemudian memandang cincinnya.
"Ya, sudah kuputuskan!!"
***
Tiba saatnya di hari Zahra memberikan jawaban pada Ikhsan. Ikhsan pun terlihat bahagia sambil tak lupa membawa setangkai bunga mawar putih kesukaan Zahra. Berharap Zahra akan menerima cintanya.
"Maaf membuatmu menunggu lama. Emmh. . .jadi gimana?" Ikhsan bertanya pada wanita yang sangat dicintainya itu.
Dengan segenap kekuatan yang Zahra miliki, ia mulai menggerakan bibirnya meski terasa berat.
"Maaf. . . .aku gak bisa!"
"Mengapa? Apa yang salah dariku?"
"Tidak! Kamu adalah pria yang kucintai dan aku tau betul hal ini."
"Tapi kenapa kamu gak bisa terima aku? Bukankah barusan kamu bilang kalau kamu mencintaiku? Ataukah cincin ini sudah menguasai hatimu?"
"Ya, aku memang mencintaimu. Tapi aku tidak ingin cintaku padamu pada akhirnya meracuni pikiranku dan membiarkan aku menjadi orang jahat lalu dengan mudahnya meninggalkan Reno yang selama ini setia hadir dalam hidupku!!!" tangis Zahra pun pecah dan ia mulai roboh. Seakan tak sanggup lagi menghadapi beban yang satu ini.
Sejenak suasana menjadi kaku..
Tiba-tiba Ikhsan memeluk Zahra dengan erat.
"Aku mengerti. Sudah, berhentilah menangis! Bila aku di posisi Reno, aku pun tak akan rela membiarkan wanita yang sangat dicintainya direbut paksa oleh pria lain." Ikhsan kagum atas ketulusan hati Zahra.
Zahra terdiam, tapi air matanya tetap saja mengalir.
"Sungguh, kini aku telah ikhlas bila kamu nanti bersanding dengan Reno" Ikhsan pun lalu memberikan mawar tadi pada Zahra.
"Anggap ini hadiah untuk kalian berdua." Ikhsan menambahkan.
"Terima kasih." Zahra pun langsung membalikan badan dan berjalan ke arah pintu keluar. Ia sama sekali tidak berani melihat kekecewaan di wajah Ikhsan.
"Zahraaaaa! Berjanjilah kau akan mengundangku di hari pernikahanmu nanti. Sungguh, aku tak apa-apa. Percayalah!" teriak Ikhsan tulus.
Zahra terdiam, langkahnya terhenti dan akhirnya menoleh ke arah Ikhsan.
"Ya, aku janji!" Zahra pun tersenyum lebar sambil terus mengusap air matanya.

* the end*
kalau kamu jadi Zahra, siapa yang akan kamu pilih?